- Kebijakan Pemerintah Provinsi Kalbar mengeluarkan sanksi larangan membawa penumpang terhadap maskapai Sriwijaya dan Citilink menuai protes dari anggota Komisi V DPR I Nurhayati Monoarfa.
- Mempertanyakan sanksi larangan terbang dari Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji. Dengan Alasan maskapai-maskapai penerbangan itu mengangkut penumpang positif COVID-19.
- Menurut Nurhayati keputusan membuka atau menutup rute adalah wewenang pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Gencil News – Larangan membawa penumpang yang dikeluarkan Gubernur Kalbar Sutarmidji terhadap maskapai Citilink dan Sriwijaya menuai protes dari Anggota Komisi V DP RI Nurhayati Monoarfa. Nurhayati Monoarfa menyebut “larangan terbang” bukanlah kapasitas Gubernur dalam memutuskan kebijakan tersebut. Membuka menutup rute itu adalah ranahnya Kementrian Perhubungan.
Seperti yang diketahui bahwa. Penumpang dari kedua Maskapai ini terkonfirmasi positif covid-19 berdasarkan uji usap yang dilakukan secara acak oleh Dinas Kesehatan Kalimantan Barat.
Pengujian secara acak, ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Kalbar dari penumpang yang datang dari zona merah Covid-19.
“Berdasarkan surat Dinas Perhubungan Kalbar, Citilink dilarang membawa penumpang dari Jakarta ke Pontianak 10 hari berturut-turut dimulai Sabtu kemarin,” kata Harisson, kepada wartawan, Minggu (20/9/2020).
“Pemprov Kalbar telah mengeluarkan surat melarang penerbangan Sriwijaya Air dengan rute Jakarta-Pontianak selama 10 hari, mulai Senin (21/9/2020),” kata Harisson.
Harisson melanjutkan, kedua penumpang tersebut diketahui positif berdasarkan hasil tes swab acak yang dilakukan pada sejumlah penumpang Sriwijaya Air, di Bandara Supadio Pontianak, Minggu (14/9/2020).
Kegiatan swab “dadakan” akan terus dilakukan secara intensif pada penumpang bandara dan pelabuhan yang akan masuk ke Kalbar terutama dari zona merah.
Upaya Gubernur Kalbar Menjaga Kalimantan Barat Dari Penyebaran Covid-19
Sebagai upaya menekan penyebaran virus corona di Kalimantan Barat, yang dalam beberapa hari meningkat. Gubernur Kalbar dan jajarannya berusaha dengan segala cara untuk mencegah perebakan kasus covid-19 di Kalbar.
“Kita sendiri berupaya mencegah penyebaran. Saat ini Klaster klaster kantor dan keluarga terjadi dikarenakan ada yang baru pulang tugas diluar Kalbar , lalu terjangkit dan akhirnya menjangkiti yang se rumah dan sekantor bahkan setempat tidur. Setidaknya ada belasan klaster jumlahnya ratusan ,” tegas Sutarmidji.
Gubernur Kalbar ini pun menyarankan agar masyarakat Kalbar tidak berpergian ke luar Kalimantan Barat jika tidak ada hal yang mendesak.
“Saat ini setidaknya ada lebih dari 7 klaster. dimana bermula dari seseorg yg baru pulang dari luar kalbar, lalu menjangkiti isteri dan anak, ada juga jangkiti teman kerja.” papar Midji.
Sutarmidji menjelaskan bahwa berdasarkan data laboratorium pengujian sampel swab. Strain virus dari luar berbeda dengan lokal Kalbar. Disebutkan dari data. Mereka yang terjangkit dari luar rata- rata sangat tinggi bisa mencapai 19 juta copies virus atau bisa mencapai 50 kali transmisi lokal.
“Saya sarankan untuk sekarang jangan dulu pergi ke Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah kalau memang tak perlu. Karena rata-rata yang terpapar dari sana jumlah virus dalam swabnya antara 11 juta sampai 19 juta copies virus. 1 copies virus ada 225 virus,” jelasnya.
“Dari hasil PCR kita menunjukkan mereka yang terpapar dari Jawa dan lainnya rata-rata hari ke-14 virus yang ada di swab dia masih 7 juta. Kalau kita nyatakan sembuh maka dia bisa jadi penyebar virus,” jelasnya.” ungkap Gubernur.
Ia pun kembali mengingatkan strain virus yang berasal dari luar Kalimantan Barat ini lebih “ganas” dibandingkan dengan strain lokal.
Dan tingkat kesembuhan mereka cenderung lebih lama dibandingkan dengan lokal, dari luar Kalbar proses penyembuhan bisa dikisaran antara 24-26 hari.
Dari hasil swab pada hari ke 14 yang menunjukan hasil masih dikisaran 7 juta, masih bisa dapat dianggap “bisa” menyebarkan.
Larangan Membawa Penumpang Menuai Polemik
Anggota Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa mempertanyakan sanksi larangan terbang dari Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji.
”Kejadian ini sangat kita sayangkan. Pemberian sanksi dari Gubernur Kalbar itu jelas menabrak peraturan Menteri Perhubungan. Sebab pemberian sanksi administratif menjadi kewenangan Menteri Perhubungan,” ujar Nurhayati kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/9).
“Seharusnya yang paling benar, gubernur melakukan koordinasi dengan pak menhub. Tidak malah membuat suatu keputusan sepihak. Ini sangat berkaitan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional,” tuturnya. – dikutip dari jawapos
Sanksi sepihak ini sangat merugikan maskapai penerbangan yang tengah berusaha bangkit pada masa pandemi COVID-19. Ia juga mengingatkan tugas maskapai hanya mengantar penumpang sampai tujuan dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
Politikus dari PPP menilai kebijakan Gubernur Kalimantan Barat tidak tepat. Komisi V DPR RI akan segera menindaklanjuti polemik ini dengan memanggil jajaran Kementerian Perhubungan. Aturan membuka atau menutup rute penerbangan adalah wewenang pemerintah pusat melalui Kemenhub.
Hal senada juga diungkapkan anggota Ombudsman Alvin Lie bahwa, larangan terbang dianggap sebagai kesewenang-kesewenangan Pemerintah Daerah.
Menurutnya tak adil baik bagi maskapai maupun bagi calon penumpang yang telah memesan tiket. Maskapai hanya mengangkut penumpang yang telah lolos verifikasi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Tanpa lampu hijau dari unit kerja tersebut, penumpang tidak diizinkan terbang.
Alvin meminta pemerintah pusat untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini. Dalam hal ini Mendagri Tito Karnavian dapat memberikan teguran terhadap kebijakan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji.
Tanggapan Gubernur Kalbar yang disebut mengeluarkan sanksi “Larangan Terbang”
Gubernur Kalbar Sutarmidji beranggapan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Anggota Komisi V DPR RI adalah salah sasaran.
saya tidak larang terbang, baca betul- betul baru komen,” ucapnya.
Menurutnya ia tidak pernah mengeluarkan sanksi atau kebijakan yang melarang terbang maskapai. Sanksi yang dikeluarkan adalah larangan membawa penumpang selama 10 hari.
Hal ini adalah sebagai upaya dirinya untuk melindungi masyarakat Kalbar. Sutarmidji tetap akan memberlakukan sanksi “dilarang membawa penumpang selama 10 hari” kepada kedua maskapai tersebut. Dan ia akan bersikukuh menetapkan aturan ini, walaupun dirinya akan ditegur Menteri.
Dalam memberikan sanksi larangan membawa penumpang sudah dijelaskan pada Pergub Kalbar no 110 tahun 2020. Pada Pasal 16 tentang sanksi disebutkan. Maskapai Penerbangan, Operator Pelayaran dan Operator Bus yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5), dikenakan sanksi
a. dilarang membawa penumpang dari luar daerah selama 10 (sepuluh) hari
berturut-turut;
b. denda administratif sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi
Maskapai Penerbangan
c. denda administratif sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) bagi
Operator Pelayaran; dan
d. denda administratif sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) bagi
Operator Bus.
Midji mengatakan terkait hal tersebut tugas daerah menjalani aturan, yang merupakan turunan aturan pusat dan dirinya menegaskan tidak ada melarang terbang tapi melarang membawa penumpang bagi maskapai apabila ditemukan kasus positif saat membawa penumpang ke Kalbar.
Midji mengatakan bahwa sanksi larangan terbang ini sudah dijelaskan dalam pergub no 110 tahun 2020, dimana tidak ada melarang terbang, tetapi hanya melarang membawa penumpang.
Dan pergub ini pun dibuat berdasarkan implementasi Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.
Sutarmidji pun mengatakan sampai sanksi larangan membawa penumpang diberlakukan, tidak ada protes dari Kemenhub. Dan mantan Walikota Pontianak dua Periode ini menganjurkan seharusnya komisioner Ombudsman dan Anggota DPR RI itu mengingatkan atau pun menegur maskapai tersebut. Agar jangan lengah atau kecolongan yang pada akhirnya membawa penumpang yang positif Covid-19.
Dan jangan malah mengusik pergub Kalbar no 110 sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Kalbar.
“Pertanyannya adalah kenapa bicara dilarang membawa penumpang? karena mereka membawa penumpang yang positif, terus kalau bawa penumpang yang positif Covid tak disanksi, kedepannya akan seperti apa, lalu bagaimana upaya pencegahan penyebaran covid-19 di Kalbar ” tegas Sutarmidji
Larangan Terbang Dianggap Salah Sasaran, Ini Warning Tegas Bagi Penyedia Jasa Penerbangan
Ireng Maulana Pengamat Politik Kalbar mengatakan tindakan pelarangan ini bukan sebagai bentuk kesewenangan kepala daerah.
“Dan ini adalah bentuk warning tegas bagi para pihak yang bertanggungjawab menangani perjalanan penumpang dari Jakarta masuk ke pontianak untuk lebih serius menjalankan protokol keselamatan atas covid 19,” ujar Ireng.
Lanjut Ireng hal ini mungkin terjadi pelonggaran protokol dari sejak penumpang tersebut sebelum naik ke pesawat sehingga baru diketahui pada saat landing di pontianak.
Ireng menegaskan bahwa yang dilakukan oleh Gubernur Kalbar Sutarmidji murni komitmen untuk menjaga keselamatan semua masyarakat Kalbar selama masa pandemi.
“Tidak ada yang salah dari warning tegas ini kecuali untuk mengajak semua pihak secara kolektif untuk tetap menjaga keselamatan bersama,” jelas Ireng.
Urusan teknis penerbangan tentu saja bisa dicarikan solusi teknis yang tepat, dan Gubernur Kalbar sudah menjalankan perannya untuk melindungi keselamatan semua masyarakat Kalbar dalam masa pandemi ini.
Gubernur Kalbar sebagai Kepala Daerah tentu saja harus memilih prioritas mengantisipasi penularan covid-19 karena fungsi etisnya sebagai eksekutif daerah dilevel puncak memastikan perlindungan warga daerahnya. Walaupun ketegasan ini akan berdampak pada lini bisnis maskapai penerbangan yang bersangkutan.
“Keputusan yang diambil memang tidak harus menyenangkan semua pihak karena ada koridor masyarakat sedapat mungkin harus terhindar dari ancaman covid-19,” ungkapnya.
Sebaliknya, jika Gubernur sebagai Kepala Daerah berdiam diri atas kejadian ini malahan menjadi preseden yang tidak baik bagi komitmen penanganan covid 19 secara nasional. Dan Kalimantan Barat pun dapat dinilai sebagai daerah yang dinilai tidak proaktif dan tidak serius menangani pandemi.
“Kalbar bisa-bisa dituduh sebagai daerah yang hanya mampu berdiam diri ketika ditemukan kasus semacam ini. Warning keras Gubernur malahan menunjukkan sikap keseriusan dalam menangani pandemi di daerah,” tegas Ireng.
Menurut Ireng, Gubernur Kalbar sendiri pastinya cukup memahami posisi maskapai penerbangan yang dapat merugi karena kebijakan ini dan tentu tidak berniat untuk membuat rugi atau membuat citra buruk bagi bisnis maskapai penerbangan bersangkutan, melainkan semata-mata menjaga kepentingan warga kalbar untuk terhindar dari covid-19.
“Ini sama sekali bukan kesewenang-wenangan namun tugas dan peran kepala daerah yang harus menjaga semua warganya selama pandemi,” pungkas Ireng.