PONTIANAK- Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat belum menuntaskan penyerahan personel, pendanaan, sarana dan prasarana serta dokumen (P3D) sub urusan Metrologi Legal ke Pemerintah Kota Pontianak.
Terkait hal itu, Ombudsman Kalimantan Barat meminta Pemprov Kalbar agar menyelesaikannya.
Tertundanya penyerahan aset itu menghambat pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Barat Agus Priyadi mengatakan aset yang belum diserahkan itu berada di kantor Kemetrologian Legal yang berada di Jalan Gusti Sulung Lelanang No. 1 Pontianak.
“Akibat dari belum tuntasnya penyerahan aset itu, pelayanan publik menjadi stagnan,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (30/1/2018).
Menurutnya lenyerahan harus dilakukan sejak tanggal 2 Oktober 2016 lalu, meski terhitung satu tahun tiga bulan aset itu tak kunjung diserahkan hingga saat ini.
“Sekarang penyerahan aset itu seperti kewenangan SMA/SMK yang beralih ke provinsi, tanpa syarat. Ketika penyerahan guru, maka murid juga ikut. Begitu juga dengan tera, semua asetnya diserahkan. Sekarang Singkawang bisa, tapi kenapa Pontianak malah tidak,” katanya bertanya.
Terhambatnya pelayanan publik yang dimaksud, menurut Agus dirasakan pengguna layanan yang harus mengajukan permohon tera dan tera ulang ke Balai Standardisasi Metrologi Lega (BSML) Wilayah III Banjarbaru, Kalimantan Barat.
Akibatnya, Pemerintah Kota Pontianak belum dapat memenuhi persyaratan pemberian Surat Keterangan Kemampuan Pelayanan Tera Tera Ulang (SKKPTTU) dan cap tanda tera dari Kementerian Perdagangan RI. Padahal gedung dan alat- alat tera di dalamnya tersebut termasuk dalam aset proses penyerahan P3D urusan Metrologi Legal.
Dengan kondisi itu, pengguna layanan harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk tera dan tera ulang. Selain biaya waktu yang dibutuhkan juga cukup lama, dari satu hingga tiga bulan sejak diajukan.
Kondisi ini disebabkan tidak sedikit pengguna layanan yang mengajukan permohonan tera dan tera ulang di Balai Standardisasi Metrologi Lega (BSML) Wilayah III Banjarbaru. Kerugian lain yang dirasakan penggunan layanan, alat-alat ukur, takar timbangan dan perlengkapan yang baru belum dapat digunakan karena belum dilakukan tera. Kondisi ini dianggap merugikan pelaku usaha.
Kemudian dari sisi pendapatan daerah juga hilang, karena berpindah ke dareah lain. Sebab Pemerintah Kota Pontianak tidak memperoleh pendapatan retribusi dan penerimaan daerah non pajak. Belum lagi petugas juga tidak bisa melaksanakan kinerjanya.
“Satu hal lagi, ada potensi punglinya. Dengan stagnannya pelayanan, ada antrian pemohon tera di Banjarbaru dan itu berpotensi pungli,” kata Agus.
Kondisi ini juga menghambat kabupaten lain yang ingin mengadakan perjanjian kerjasama dengan Pemerintah Kota Pontianak terkait pelayanan tera dan tera ulang. Ombudsman pun sudah melakukan investigasi tim kajian sistemik. Hasilnya beberapa ruang di Gedung Metrologi Legal Jl. Gusti Sulung Lelanang No. 1 Pontianak menjadi terbengkalai dan tidak terawat.
Kondisinya kotor dan berbau tidak sedap serta alat-alat metrologi legal yang sudah setahun tidak dioperasikan juga dalam kondisi tidak terawat. Beberapa alat harusnya berada di tempat yang suhunya dingin atau di ruang ber – AC.
“Ada apa di balik ini kami tidak tahu, provinsi menganggap masih urusan provinsi. Alasannya alat masih dipakai dan masih digunakan untuk bidang lain tapi kenapa Singkawang juga selesai. Jika begitu, maka provinsi lain juga bermasalah, tapi faktanya tidak. Ada apa ini,” tanya Agus.
Agus kembali mengatakan persoalan ini sudah disampaikan langsung kepada Pejabat Gubernur Kalimanta Barat Dodi Riyadmadji. Dalam pertemuanya Dodi Riyadmadji berkomitmen segera mendalami permasalahan ini bersama perangkat daerah dan menyampaikan secara progresif terkait tindak lanjut penyelesaian permasalahan ini kepada Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat.
Jika pun tidak selesai, Agus menyatakan Ombudsman akan merekomendasi agar persoalan ini diselesaikan di tingkat pusat. “Masalah ini berdampak pada pelayanan publik, kami berharap jangan berlarut-larut, karena kerugiannya sistemik. Jadi jangan mengorbankan pelayanan publik untuk perdebatan undang-undang karena ini bukan punya pribadi tapi negara,” pungkasnya.