Apple investasi di Indonesia menjadi topik panas setelah pertemuan antara Vice President of Global Policy Apple, Nick Amman, dengan Menteri Perindustrian dan Menteri Investasi di Jakarta. Komitmen investasi ini mencapai Rp 16 triliun untuk membangun pabrik AirTag di Batam.
Apple Investasi di Indonesia Rp 16 Triliun
Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan penting: Apple akan memulai pembangunan pabrik AirTag di Batam dengan investasi awal sebesar US$1 miliar. Proyek ini diharapkan bisa menyerap 2.000 tenaga kerja dan meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai pasok global produk teknologi tinggi.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani pada hari Selasa (7/1) melangsungkan pertemuan dengan Vice President of Global Policy Apple Nick Amman di Jakarta.
Seusai pertemuan Rosan mengatakan bahwa pihak Apple berkomitmen untuk membangun pabrik AirTag di Batam.
“Pada intinya mereka bicara dan berkomitmen untuk pembangunan tahap pertama vendor Airtag (dengan nilai investasi ) US$1 miliar, “ ungkap Rosan.
Rosan menjelaskan investasi tersebut merupakan tahap pertama. Ke depan, ujarnya Apple akan mengundang vendor-vendor lainnya ke Indonesia sehingga dengan begitu nilai investasi Apple di tanah air akan terus meningkat.
“Bicara soal vendor kalau kita lihat dengan Thailand lebih dari 23 vendor, dengan Vietnam 30 vendor lebih. Dengan begitu struktur yang kita pakai sama seperti yang mereka investasikan di negara-negara ASEAN lainnya. Memang, itu yang kita bicarakan. Jadi ini investasi tahap awal dengan Apple,” jelasnya.
Menperin: Investasi US$1 Miliar dari Apple Masih Kurang
Sebelum melakukan pertemuan dengan Rosan, Nick Amman dan rombongan menemui Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk membahas kelanjutan TKDN Apple di Indonesia.
Pertemuan itu berlangsung selama 30 menit, dan dilanjutkan dengan pertemuan tim teknis Kemenperin yang dipimpin Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, dan Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin, Setia Darta.
Agus mengatakan telah menerima proposal resmi dari pihak Apple pada 6 Januari, tetapi belum dapat mengungkapkannya pada publik. “Bagian dari substansi negosiasi kan nggak bisa kita sampaikan ke publik. Nggak etis ya kalau bagian dari substansi negosiasi saya sampaikan ke publik sekarang sementara mereka lagi negosiasi,” ungkap Agus.
Agus juga menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki target khusus kapan negosiasi ini akan rampung. “Saya sampaikan bahwa tidak ada time frame yang kita tetapkan. Bisa done deal hari ini, bisa done deal malam ini, bisa done deal besok, bisa done deal next week, bisa next month. Jadi waktu kami tidak tetapkan target. Yang kami tetapkan target itu adalah substansinya,” tegasnya.
Agus juga tidak merinci besaran investasi Apple, tetapi menilai rencana investasi US$1 miliar yang ditawarkan sebelumnya masih terlalu rendah.
“Pokoknya saya nggak bisa bicara soal angka. Tapi kemarin saya sudah sampaikan bahwa sebetulnya dalam pandangan kami di Kemenperin US$1 miliar, dan kalau memang (investasi) US$1 miliar, itu tidak cukup,” katanya.
Salah satu hal yang menurut Agus akan tetap dipegang teguh Indonesia dalam negosiasi investasi Apple itu adalah soal prinsip keadilan. Indonesia ingin mengkaji terlebih dahulu berapa besar investasi yang sudah digelontorkan Apple di negara-negara tetangga, seperti Vietnam dan India.
“Lalu berapa besar nilai tambah yang diciptakan dan juga pemasukan bagi negara. Dan yang paling penting adalah job creation,” jelasnya.
Nick Amman yang ditemui wartawan usai dua pertemuan itu hanya menjawab singkat bahwa pertemuan berlangsung baik.
“Sebuah diskusi yang bagus, diskusi yang bagus,” jawab Nick singkat.
Mengapa Investasi Apple Penting untuk Batam?
Batam dipilih karena posisinya yang strategis dekat dengan Singapura, membuatnya ideal untuk ekspor dan logistik.
Ekonom Josua Pardede menilai ini akan meningkatkan daya tarik Batam sebagai pusat teknologi baru, meski masih ada tantangan dalam regulasi dan infrastruktur.
Dengan pembangunan pabrik ini, Batam diharapkan bisa menjadi pusat inovasi teknologi yang tidak hanya memperkuat ekonomi lokal, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.
“Ini menunjukkan bahwa Indonesia menarik untuk investasi. Batam membantu ekspor dan logistik karena dekat dengan Singapura. Ini akan meningkatkan daya tarik investor seperti Apple. Investasi ini menunjukkan bahwa perusahaan multinasional seperti Apple melihat stabilitas ekonomi dan politik di Indonesia, yang mendukung investasi jangka panjang,” ungkap Josua kepada VOA.
Meski begitu, nilai investasi produsen iPhone itu dinilai masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan yang ditanamkan di Vietnam, yang menurutnya karena ekosistem industri Vietnam yang lebih kuat dibandingkan Indonesia.
“Akibatnya, Apple telah membangun rantai pasokan yang lengkap di Vietnam, yang mencakup pemasok komponen dan tenaga kerja terlatih. Selain itu, Apple telah memproduksi perangkat utama di Vietnam atau India, seperti iPhone, yang memiliki nilai tambah lebih besar daripada AirTag,” jelasnya.
Persoalan lainnya, ujar Josua, adalah soal biaya investasi – termasuk peraturan dan perizinan – yang dipandang masih lebih rumit dibandingkan dengan Vietnam atau Malaysia; juga soal daya beli warga Indonesia, terutama untuk produk premium, yang dinilai masih rendah.
Oleh karena itu pemerintah perlu memperbaiki beberapa masalah krusial yang selama ini terkatung-katung, yaitu mempercepat pembangunan kawasan industri yang fokus pada teknologi tinggi, membangun ekosistem yang mendukung rantai pasok, menciptakan aturan dan regulasi yang jelas untuk mengurangi risiko operasional, dan meningkatkan kualitas SDM, terutama di bidang manufaktur dan teknologi tinggi.
“Indonesia masih perlu memperbaiki infrastruktur, ekosistem industri, dan regulasi, seperti yang ditunjukkan oleh nilai investasi yang lebih kecil dibandingkan Vietnam. Namun, Indonesia dapat memanfaatkan momentum proyek seperti ini untuk meningkatkan daya saingnya. Investasi ini dapat memicu investasi teknologi lainnya jika dikelola dengan baik,” pungkasnya.