Terus anjloknya harga minyak mentah dunia memicu kerugian para investor dan memperdalam krisis ekonomi di seluruh belahan dunia.
Untuk hari kedua Selasa ini (21/4) nilai-nilai saham terjun bebas, menyusul penurunan lebih tajam nilai saham minyak.
Pasar-pasar saham utama juga mencatat kerugian pada penutupan hari Selasa.
Indeks Dow Jones mengalami penurunan 632 point atau 2,7% dan ditutup pada 23.019.
Standard & Poor 500 melemah 87 point atau 3,1% dan ditutup pada 2.737.
Indeks komposit Nasdaq juga melemah 297 point atau 3,5% dan ditutup pada 8.263.
Di Eropa, FTSE London anjlok 3%. Sementara CAC40 Paris dan DAX Frankfurt terjun bebas hampir 4%.
Penurunan tajam pasar saham hari Selasa ini diawali di Asia, di mana indeks Nikkei Jepang merosot 1,9%; sementara S&P/ASX Australia anjlok 2,5%. Hang Seng Hong Kong juga melemah 2,2% mengikuti KOSPI Seoul yang ditutup melemah 1%. Indeks Shanghai yang menjadi tolok ukur beberapa pasar saham juga terkoreksi negatif hampir satu point.
Dengan masih belum beroperasinya transportasi udara dan darat di hampir seluruh belahan dunia, masih ada kekhawatiran pasar akan sulitnya menemukan pembeli minyak. Para produsen minyak berjuang keras mengatasi kelebihan pasokan.
Di Amerika, patokan harga minyak mentah pada hari Selasa (21/4) untuk pengiriman bulan Juni anjlok 8 dolar 86 sen atau setara dengan 43,4% menjadi 11 dolar 57 sen per barel. Sementara minyak mentah jenis Brent yang menjadi standar internasional kembali turun 6 dolar 24 sen atau 24,4% menjadi 19 dolar 33 sen per barel.
Presiden Amerika Donald Trump hari Senin (20/4) mengatakan Amerika dapat membeli minyak mentah itu untuk memenuhi cadangan strategis nasional.
Hari Selasa Trump mencuit “kita tidak akan pernah membiarkan industri minyak dan gas Amerika hancur. Saya telah memerintahkan Menteri Urusan Energi Dan Brouillette dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin untuk merumuskan rencana yang akan membuat tersedianya anggaran, sehingga perusahaan dan lapangan pekerjan yang sangat penting ini akan aman di masa depan!”
Dengan berhenti beroperasinya bisnis di seluruh dunia karena pandemi virus corona, para pakar minyak mengatakan permintaan minyak dunia telah terpangkas hingga sepertiga; sementara virus corona mengganggu perekonomian dunia, termasuk Amerika. Sejauh ini 22 juta orang di Amerika telah kehilangan pekerjaan.