Gencil News- Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 kemungkinan akan memberikan dampak yang kuat pada inflasi sehingga bisa mempengaruhi daya beli masyarakat.
Hingga saat ini daya beli masyarakat masih lemah, perputaran tidak terjadi kuat, sehingga laju ekonomi belum terlihat ada kenaikan.
Kenaikan tarif pajak akan menyebabkan peningkatan harga produk yang tinggi sehingga akan membuat barang dan jasa menjadi lebih mahal.
Menurut Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Ariawan Gunadi mengatakan bahwa kenaikan tarif pajak sebesar 1% sangat berpengaruh pada harga-harga produk dan aktivitas jasa.
“Dampak ini harus ada banyak pertimbangannya karena bisa merambat hampir ke semua harga kebutuhan,” katanya dikutip Sabtu (23/3/2024).
Hal ini akan memberikan dampak lanjutan pada penurunan daya beli masyarakat akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi dan memicu pelemahan konsumsi rumah tangga.
“Perlambatan konsumsi akan berdampak secara luas pada aktivitas ekonomi secara keseluruhan karena konsumsi rumah tangga merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga sepanjang 2023 tumbuh 4,82% secara kumulatif mencapai sebesar 53,18% terhadap pertumbuhan PDB nasional,” jelas Ariawan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi sebesar 12% pemerintahan baru yang akan memutuskan.
“Tergantung pemerintah baru programnya nanti seperti apa,” katanya kepada wartawan, Jumat (22/3/2024).
Ia menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPN memang telah d iatur dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
berdasarkan UU HPP, d itetapkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. Lebih lanjut, tarif PPN tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga membenarkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% akan d itetapkan oleh pemerintahan baru.
“Jadi kalau (pemerintahan baru) PPN-nya tetap 11%, ya pasti nanti d isesuaikan target penerimaannya dengan UU HPP, nanti akan d ibahas,” katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (19/3/2024).
Sedangkan Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus di Jakarta, Rabu 20 Maret 2024. menyampaikan “Artinya kalau (PPN) kita jadi di 12%, akan jadi yang tertinggi. Apalagi kalau menggunakan skema single tarif ya, ini yang tentu akan memberatkan konsumen yang 95% pendapatannya untuk membeli kebutuhan pokok,” ujarnya.