Gencil News- Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 dikenang sebagai Hari Penegakkan Kedaulatan Negara. Kala itu, berlangsung serangan besar-besaran ke wilayah Yogyakarta, di mana waktu itu Yogyakarta masih menjadi ibu kota negara.
Penyerangan ini terjadi akibat Belanda yang menduduki wilayah Yogyakarta dan berlaku semena-mena. Padahal, sebelumnya telah dilakukan sejumlah kesepakatan.
Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949, sejak awal 1949, segenap jajaran militer TNI sudah siap siaga melakukan penyerangan dan penjagaan di Yogyakarta.
Pada Februari 1949, muncul perintah operasi di Staf Komando Aktif Bibis yang menyatakan agar segera melakukan serangan umum di Yogyakarta.
Letkol Soeharto mendapatkan perintah untuk merumuskan strategi dan taktik penyerbuan.
Setelah pembagian sub, Soeharto mulai menjalankan rencananya. Dua minggu sebelum hari H, kesatuan-kesatuan dalam kelompok mulai menyusup ke Kota Yogyakarta.
Siapa sangka, pasukan di bawah pimpinan Komaruddin lebih dulu melakukan penyerangan pada 29 Februari 1949, karena mengira bulan Februari berakhir pada tanggal 28.
Pasukan ini melakukan penyerbuan di daerah Kota Yogyakarta sampai daerah Kantor Pos, selatan jalan Malioboro.
Penyerangan berhasil, hingga menguasai daerah tersebut. Namun, karena salah perhitungan tanggal, pasukan ini bergerak sendiri, sehingga mudah dipukul mundur oleh Belanda.
Ketika itu, Yogyakarta berada di bawah pimpinan Kolonel Van Langen yang bermarkas di Hotel Tugu.
Pasukan ini juga terdiri dari batalyon dan diperkuat satuan-satuan KNIL. Soeharto sebagai Komandan Brigade X memikirkan rencana untuk melakukan serangan balasan terhadap tentara Belanda.
Dia juga membagi kelompoknya dalam tujuh sub-wehrkreise yang berada pada masing-masing tempat.
Setelah sepakat dengan Jenderal Soedirman dan Kolonel Bambang Sugeng, akhirnya misi penyerangan dilakukan.
Detik-detik Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 dimulai sekitar pukul 06.00 WIB saat sirine keras dibunyikan di segala penjuru.
Pertempuran itu berlangsung di jantung ibu kota. Dalam penyerangan itu, Soeharto sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III langsung memimpin pasukan ke sektor barat sampai ke batas Malioboro.
Sementara itu, sektor timur dipimpin oleh Venjte Sumual. Sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono. Sektor utara oleh Mayor Kusno. Kemudian, wilayah kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.
Selama enam jam, Tentara Nasional Indonesia bersama rakyat berhasil menguasai Ibu Kota Yogyakarta.
Pertempuran memuncak pada pukul 11.00 WIB, ketika bala bantuan musuh datang dari arah Magelang yang terdiri dari pasukan kavaleri NICA dan komando Gajah Merah.
Tepat pukul 12.00 WIB, pasukan mundur ke front masing-masing setelah selama enam jam menguasai Yogyakarta, dan menuju Tanjung tirto serta Maguwo pada keesokan harinya.
Berita Serangan Umum 1 Maret 1949 tersiar ke luar negeri
Keberhasilan penyerbuan besar-besaran ini tersiar sampai ke luar negeri melalui Radio PC AURI.
Saat itu, pimpinan penyiaran radio pada 1949 yang berhasil mengabarkan Serangan Oemoem 1 Maret adalah Opsir Udara III Budiardjo.
Agar tidak ketahuan pasukan Belanda yang saat itu mengusai Ibu Kota Indonesia Yogyakarta, box perangkat radio diletakan di belakang rumah tepatnya di bagian dapur.
Jika siang hari perangkat radio disembunyikan dengan di “grobog” (tempat penyimpanan padi).
Ketika berita Serangan Oemoem tersiar, berita itu ditangkap dan disiarkan oleh Bidaralam, Sumbar.
Kemudian di-relay AURI Takeungon Aceh, lanjut ke Rangoon-Birma, New Delhi, India, hingga akhirnya ke Washington.
Menariknya, siaran ini menjangkau ke forum PBB di New York. Hasilnya, serangan umum 1 Maret ini sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB.
Selain mendapatkan pengakuan PBB, keberhasilan ini membuktikan bahwa kekuatan militer Indonesia masih ada. Meski tidak secara langsung, serangan ini memberikan dampak pada penyerahan kedaulatan RI pada 27 Desember 1949.
Untuk menghargai jasa pahlawan yang gugur dalam pertempuran itu, maka dibangun Monumen Serangan Oemoem yang berada di pelataran Benteng Vredeburg Yogyakarta.
Selain itu, rumah berbetuk limasan yang dulu dijadikan tempat PC Radio AURI telah dirubah menjadi museum. Di depan rumah, terdapat monumen stasiun Radio PHB AURI- PC-2 yang dibangun pada 1984.
Sementara, untuk perangkat radio yang saat itu digunakan untuk menyiarkan Serangan Oemoem 1 Maret 1949 disimpan di Monumen Jogja Kembali.