GENCIL NEWS – Ada banyak perdebatan yang kerap muncul dalam pelatihan media dan komunikasi krisis tentang siapakah yang harusnya menjadi juru bicara ketika perusahaan sedang dilanda krisis. Ada yang mengatakan CEO, ada yang mengatakan orang PR.
Berikut tiga argumen yang kerap muncul dan apa yang harus dipertimbangkan perusahaan ketika mengatasi krisis dengan sebuah strategi komunikasi.
CEO yang menjadi juru bicara
Perlu diketahui, seorang CEO yang ingin menjadi satu-satunya suara yang mewakili perusahaan bisa jadi ditakdirkan gagal lantaran dalam keadaan krisis CEO masih harus fokus pada tugasnya yang lain.
Ia harus mengelola krisis sekaligus mengelola operasi bisnis. Sah-sah saja CEO menjadi juru bicara tapi sebaiknya pada satu jam pertama krisis melanda, ketika informasi masih tersedia dengan mudah.
Memang, dalam kondisi krisis parah yang berakibat fatal, CEO menjadi wajah dari semangat sebuah perusahaan dan bisa jadi juru bicara dalam beberapa jam ke depan. Tapi, berhati-hatilah apabila pada pernyataan awal.
Jika ia membuat kesalahan maka pertaruhannya kredibilitas perusahaan. Jika anak buahnya yang melakukan kesalahan dalam membuat pernyataan awal, CEO masih bisa mengklarifkasi dan tampil sebagai figur pahlawan. Coba pertimbangkan lagi, apa sudah tepat CEO harus menjadi satu- satunya suara yang mewakili perusahaan?
Orang PR jadi juru bicara
Orang PR adalah pilihan juru bicara yang tepat dalam satu jam pertama krisis ketika para wartawan berdatangan meminta penjelasan. Orang PR yang ditugaskan untuk berbicara di depan wartawan haruslah anggota tim manajemen krisis dan harus memimpin tim komunikasi krisis.
Ia dan tim harus menyiapkan ‘First Critical Statement’ pada setiap rencana komunikasi krisis. Ketika beberapa fakta diketahui, orang PR dipersilakan mengakui krisis tersbut, memberikan fakta-fakta yang ada kepada media dan mengucapkan kalimat yang bisa dikutip sekaligus menjanjikan informasi lebih lanjut nantinya.
Siapapun bisa jadi juru bicara
Argumen terakhir ini mengatakan bahwa perusahaan bisa punya banyak juru bicara dari divisi manapun asalkan mereka sudah mendapatkan pelatihan. Dalam sebuah krisis, orang PR harus menjadi juru bicara selama satu jam di awal krisis.
Jelang dua jam akhir, orang yang ahli terkait masalah yang dialami perusahaan – dari divisi manapun – sebaiknya menjadi juru bicara. Namun, pastikan ia telah mendapatkan pelatihan sebelumnya. Jika perlu, ia bisa terus menjadi juru bicara selama krisis berlangsung.
Jelang akhir hari menjadi waktu terbaik bagi CEO tampil memberikan pernyataannya. Pertimbangkan proses penanganan krisis layaknya sebuah tim olahraga. Kita punya pemain bintang, tapi juga punya pemain di kursi cadangan yang siap berlaga jika diperlukan.
Pelatihan media membantu perusahaan mengidentifikasi siapa pemain bintang dan pemain cadangan. Yang terpenting, pastikan siapapun dari mereka sudah mendapatkan pelatihan sebelum berbicara di depan wartawan. (dari berbagai sumber)