Scroll untuk baca artikel
Internasional

WHO Evakuasi 1.000 Perempuan dan Anak Gaza untuk Perawatan Medis Darurat

×

WHO Evakuasi 1.000 Perempuan dan Anak Gaza untuk Perawatan Medis Darurat

Sebarkan artikel ini
WHO
Seorang perempuan Palestina memeriksa barang-barangnya di samping anak-anak setelah serangan Israel di kamp tenda yang menampung orang-orang terlantar di Al-Mawasi, Khan Younis, Jalur Gaza, pada 10 September 2024. (Foto: Reuters)

WHO akan mengevakuasi 1.000 perempuan dan anak-anak Gaza yang dianggap memerlukan perawatan medis ke Eropa, ujar Kepala WHO cabang Eropa dalam pernyataan yang dirilis pada Senin (21/10).

Israel “berkomitmen untuk melakukan 1.000 evakuasi medis tambahan dalam beberapa bulan ke depan ke Uni Eropa,” ujar Hans Kluge dalam wawancaranya dengan AFP.

Ia mengatakan evakuasi akan difasilitasi oleh WHO dan negara-negara Eropa yang terlibat.

Penyelidik PBB pada Kamis menuding Israel sengaja menargetkan fasilitas kesehatan di Gaza, serta membunuh dan menyiksa tenaga medis di sana, dan menyatakan bahwa negara tersebut melakukan “kejahatan terhadap kemanusiaan”.

Anak-anak Palestina memilah sampah di tempat pembuangan sampah di kamp pengungsi Nuseirat, Jalur Gaza, 20 Juni 2024. (Foto: AP)
Anak-anak Palestina memilah sampah di tempat pembuangan sampah di kamp pengungsi Nuseirat, Jalur Gaza, 20 Juni 2024. (Foto: AP)

Rik Peeperkorn, perwakilan WHO di wilayah Palestina yang diduduki, mengatakan pada bulan bahwa sekitar 10.000 orang perlu dievakuasi dari Gaza untuk mendapatkan perawatan medis darurat.

WHO Eropa telah memfasilitasi 600 evakuasi medis dari Gaza ke tujuh negara Eropa sejak perang berkobar pada Oktober 2023.

“Ini tidak akan pernah terjadi jika kita tidak menjaga dialog tetap terbuka,” kata Kluge.

“Hal yang sama (berlaku) untuk Ukraina,” tambahnya. “Saya menjaga dialog (terbuka) dengan semua mitra.

“Sekarang, 15.000 pasien HIV-AIDS di Donbas, wilayah yang diduduki (Ukraina), mendapatkan pengobatan HIV-AIDS,” kata pria Belgia berusia 55 tahun itu. ia menekankan pentingnya untuk “tidak mempolitisasi kesehatan.”

“Obat yang paling penting adalah perdamaian,” katanya, seraya menegaskan petugas kesehatan tetap harus diizinkan menjalankan tugas mereka di zona konflik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *