Gencil News – Kalbar diprediksi mengalami kemarau diatas dan dibawah normal. BMKG dalam keterangannya menjelaskan sebagian wilayah Kalbar akan mengalami kondisi tersebut.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika merilis prediksi terkait musim kemarau tahun 2024 di Indonesia.
Berdasarkan pernyataan Dwikorita dalam Konferensi Pers Awal Musim Kemarau di Jakarta pada 15 Maret 2024. Ia menjelaskan sebagian besar wilayah Indonesia di prediksi akan mengalami mundurnya awal musim kemarau di bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Puncak musim kemarau di perkirakan akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024.
Adapun wilayah yang di prediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal. Yaitu di sebagian kecil Aceh, Sumatra Utara, sebagian kecil Riau. Sebagian Kepulauan Bangka belitung, Jawa Timur, Kalimantan Barat. Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah. Sebagian NTT, Maluku Utara, Papua Barat, Papua Tengah dan Papua Selatan.
Sedangkan, wilayah yang di prediksi mengalami sifat musim kemarau di atas normal. Yaitu sebagian kecil pesisir selatan Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Barat. Sebagian Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur. Sebagian kecil Kalimantan Utara, bagian selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat. Bagian utara dari Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian besar Papua Selatan.
“Sebagian besar wilayah Indonesia sebanyak 317 ZOM (45,61%) akan mengalami puncak musim kemarau pada bulan Agustus 2024. Yaitu meliputi sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT. Sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Pulau Papua. Namun demikian. Terdapat beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada bulan Juli 2024 sebanyak 217 ZOM (31,22%) dan September 2024 sebanyak 68 ZOM (9,78%),” terangnya.
Musim kemarau di atas dan di bawah normal merujuk pada kondisi cuaca yang tidak biasa dalam periode tertentu di suatu wilayah.
Berikut adalah penjelasan singkat tentang kedua kondisi tersebut:
- Kemarau Di Atas Normal: Ini mengindikasikan bahwa curah hujan dalam suatu wilayah lebih tinggi dari rata-rata yang biasanya terjadi pada musim kemarau. Dalam konteks ini, wilayah tersebut dapat mengalami banjir, tanah longsor, atau genangan air yang berlebihan, yang mungkin dapat menyebabkan kerugian bagi pertanian, infrastruktur, dan masyarakat umum.
- Kemarau Di Bawah Normal: Ini menunjukkan bahwa curah hujan dalam suatu wilayah lebih rendah dari rata-rata yang biasanya terjadi pada musim kemarau. Akibatnya, wilayah tersebut mungkin mengalami kekeringan, kekurangan air, dan penurunan produksi pertanian. Kondisi ini dapat mengakibatkan dampak negatif yang serius bagi ekosistem dan kehidupan sehari-hari penduduk.
Kedua kondisi tersebut menunjukkan variasi yang signifikan dalam pola cuaca dan dapat memiliki konsekuensi yang penting bagi kesejahteraan dan keamanan suatu wilayah.
Oleh karena itu, penting untuk memantau perubahan-perubahan dalam pola cuaca dan mengambil langkah-langkah mitigasi yang tepat untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul.
Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi musim kemarau 2024.
BMKG, lanjut Dwikorita, mengimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat. Untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau. Terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering di banding biasanya).
Wilayah tersebut di prediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.
Pemerintah daerah, menurutnya, dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan. Untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.
Selain itu, tindakan antisipasi juga di perlukan pada wilayah yang di prediksi mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya). Terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi.