Kemajuan bidang biomedis dalam setengah abad terakhir membuka jalan bagi penemuan obat-obat penurun berat badan yang ampuh, termasuk Ozempic. Seperti apa perjalanan para ilmuwan yang terlibat dalam pengembangan obat tersebut?
Obesitas telah berkembang menjadi krisis kesehatan global yang berdampak pada 900 juta orang di seluruh dunia, termasuk lebih dari 40 persen warga Amerika dan hampir seperempat warga Eropa.
Joel Habener dari Massachusetts General Hospital dan Svetlana Mojsov dari Universitas Rockefeller adalah penerima penghargaan bergengsi Lasker Award atas penelitian terkait Ozempic. Keduanya akan berbagi penghargaan serta honorarium sebesar $250.000 (sekitar Rp3,8 miliar) dengan Lotte Bjerre Knudsen dari perusahaan farmasi Novo Nordisk, yang memproduksi Ozempic.
Menekuni Biologi Molekuler
Pada pertengahan 1970-an, ketika Habener memulai kariernya sebagai dokter dan ilmuwan, minatnya tertuju pada diabetes.
Ia tertarik mendalami glukagon, hormon yang diproduksi dalam pankreas dan dikenal dapat menaikkan kadar gula darah—fungsi ini berkebalikan dengan insulin, yang digunakan sebagai pengobatan untuk diabetes.
Dengan memahami dan memodulasi fungsi glukagon, Habener yakin bahwa ia dapat menemukan cara-cara baru untuk mengatasi diabetes.
Untuk mewujudkannya, ia beralih ke bidang biologi molekuler untuk memisahkan dan menyalin gen yang menghasilkan glukagon.
Beralih ke Ikan Pemancing
Akan tetapi, ia menemukan hambatan: Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat melarang penelitian terhadap gen mamalia, yang sebelumnya telah ia rencanakan. Hal itu mendorongnya untuk beralih mempelajari ikan pemancing, yang memiliki organ endokrin (atau penghasil hormon) unik di luar pankreasnya.
Habener saat itu belum menyadari signifikansi organ endokrin pada ikan pemancing, yang ternyata setara dengan “GLP-1”, komponen dasar obat diabetes dan obesitas saat ini.
“Ini sungguh menyenangkan, ketika menyadari bahwa ini adalah sebuah impian, bahwa ketika Anda melakukan penelitian, Anda akan menemukan sesuatu yang akan bermanfaat,” ujarnya. “Sangat menyenangkan untuk menyadari bahwa saya memiliki andil dalam penemuan yang kini meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan orang-orang di seluruh dunia.”
Mengidentifikasi Potensi GLP-1
Svetlana Mojsov, imigran dari Yugoslavia, mengembangkan penemuan awal Habener dan peneliti lainnya lebih jauh melalui sejumlah kontribusi penting. Dengan meneliti struktur hormon, ia secara tepat memprediksi bentuk aktif GLP-1 dan merancang metode kimia inovatif untuk mensintesisnya.
Ia juga menemukan bahwa GLP-1 akan dilepas dalam usus dan merangsang produksi insulin. Bersama dengan Habener dan yang lainnya, ia membuktikan teori tersebut melalui eksperimen laboratorium dan uji coba pada manusia, serta mengidentifikasi potensi terapeutiknya.
“Saya yakin ini akan menjadi obat yang efektif untuk diabetes,” ujar perempuan berusia 76 tahun itu. Namun, pada saat itu, belum ada bukti ilmiah bahwa hormon dapat mengatur berat badan.
Penelitian Habener, Mojsov, dan lainnya kemudian mengungkap kemampuan GLP-1 dalam memperlambat pengosongan perut dan interaksinya dengan reseptor di otak, membantu mengekang nafsu makan, dan bahkan berpotensi mengatasi kecanduan zat.
Era Baru Pengobatan
Mulai tahun 1990-an, Knudsen, kepala terapi GLP-1 di Novo Nordisk, dan timnya membuat terobosan dengan mengembangkan pengobatan diabetes (Ozempic) dan obesitas (Wegovy), serta memperpanjang durasi efek terapeutik obat, dari beberapa jam menjadi lebih dari seminggu.
“Sekarang kita dapat melihat bahwa GLP-1 sebenarnya memiliki ragam manfaat kesehatan yang jauh lebih luas,” kata Mojsov, meskipun ia tertawa dengan label GLP-1 sebagai “obat ajaib”.
“Saya rasa tidak ada yang namanya obat ajaib. Setiap obat memiliki efek samping, dan kita tahu bahwa pasien obesitas, ketika berat badannya turun, massa ototnya akan berkurang,” tambahnya.
Obat-obatan GLP-1 kini telah disetujui untuk mengobati penyakit kardiovaskular, dan bukti-bukti yang bermunculan menunjukkan bahwa obat-obat tersebut dapat memberikan efek proteksi terhadap demensia. Meskipun cara kerjanya masih belum jelas, Habener berpendapat kemampuan obat-obatan GLP-1 untuk menekan jalur inflamasi mungkin menjadi alasannya.
Sementara itu, Mojsov optimis dengan masa depan. Dia memperkirakan akan ada generasi baru obat-obatan sejenis dengan efek samping yang lebih ringan dan mampu mengatasi lebih banyak penyakit.