Gencil News – Zuliah Anggraini, Mahasiswi Teknik Pertambangan Universitas Tanjungpura (Untan) telah berhasil menghidupkan listrik menggunakan limbah air asam tambang. Melalui program Shell Livewire Energy Solutions 2021, Zuliah terpilih sebagai peserta dengan nama bisnis “Lampu Alternatif”.
Perwakilan Akademisi dan Praktisi Tambang menyebut bahwa pengembangan inovasi Lampu Alternatif merupakan langkah strategis. Dalam penanggulangan air asam tambang yang membawa manfaat bagi kemaslahatan ummat.
“Saya sangat mendukung kegiatan Zuliah lakukan karena seperti yang kita tahu bahwa biaya reklamasi. Untuk lokasi yang terdampak oleh air asam tambang itu sangat tinggi. Jika air limbah ini bisa kita gunakan sebagai Energi Alternatif. Maka akan jauh mengurangi biaya untuk mereklamasi tambang. Sehingga bisa juga untuk membantu masyarakat sekitar,” Budi Purwoko Kaprodi Teknik Pertambangan Untan, Fakultas Teknik Untan, Senin (15/03/2021).
Solusi masalah air asam tambang
Senada dengan Edi Iskandar selaku KTT PT. Hansindo Mineral Persada. Ia mengatakan bahwa hasil temuan saudari Zuliah sebagai langkah kecil dari seorang mahasiswi. Dalam menemukan solusi masalah air asam tambang menjadi tenaga listrik alternatif.
“Saya menilai ini menjadi loncatan besar untuk kesejahteraan umat manusia. Khususnya dalam menangani masalah air asam tambang di lingkungan pertambangan,” tambahnya, Sabtu (13/03/2021).
Zuliah menjelaskan bahwa Lampu Alternatif adalah analogi perangkat dalam bentuk visual. Bahwa adanya energi listrik pengganti bahan bakar fosil yang dialirkan. Listrik ini dihasilkan dari hasil konversi limbah air asam tambang yang juga merupakan teknologi energi baru terbarukan (EBT). Tentunya yang ramah lingkungan karena pH limbah dapat mencapai baku mutu air.
Tentu ini menjadi peluang terbesar untuk menjadi solusi dalam mengatasi limbah air asam tambang. Baik pada perusahaan tambang maupun dampak akibat Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Indonesia. Khususnya Kalbar terutama yang terbengkalai setelah penghentian aktivitas PETI. Serta memanfaatkan limbah air asam tambang menjadi bernilai ekonomis.
Produk awal EBT ini berupa Lampu Alternatif yang di mana sumber listrik tersebut. Sebagai bentuk upaya dalam merealisasikan konsep smart mining dalam pengendalian limbah air asam tambang.
Jawaban krisis energi listrik
Zuliah berharap dengan pengembangan inovasi Lampu Alternatif ini mampu menjawab tantangan krisis energi listrik pada sejumlah daerah Kalbar. Dalam penghematan penggunaan energi listrik berbahan bakar fosil dan ketergantungan pasokan listrik dari Serawak, Malaysia.
Namun, Zuliah menyadari bahwa upaya ini perlu dana yang cukup besar. Agar dapat terealisasi menjadi industri skala besar dan investasi jangka panjang. Karena investasi jangka panjang bisa menjadi salah satu jaminan penting di masa depan.
Jika melihat keadaan dan tantangan dari pengembangan EBT, seperti berkaitan dengan masalah harga peralatan, teknologi. Kemudian penyediaan bahan baku pembangkit listrik (dalam hal ini limbah air asam tambang). Tentu menjadi salah satu faktor pertimbangan investor untuk mengembangkan Lampu Alternatif di Kalimantan Barat.
Faktor mahalnya biaya peralatan energi
Di Indonesia sendiri biaya peralatan energi terbarukan masih tergolong mahal karena mayoritas peralatan EBT masih skala impor. Untuk mengembangkan Lampu Alternatif, perlu adanya panel tenaga air asam tambang.
Kita tahu bahwa harga regulator voltage controller dengan harga kisaran Rp11 Juta tergantung teknologi dan merk. Belum kemudian ditambah dengan biaya inverter yang mencapai kisaran puluhan juta ke atas. Sehingga keseluruhan pendanaan dalam pengembangan Lampu Alternatif ini dapat disimpulkan mencapai kisaran ratusan juta.
Selain itu, diperlukan juga dana untuk pengelolaan dan penyediaan bahan baku EBT Lampu Alternatif hingga perizinan dan pembebasan lahan. Hal tersebut mempengaruhi sumber pendanaan karena pihak penyedia pendanaan tentunya memerlukan jaminan ketersediaan bahan baku. Selain itu juga butuh teknologi dan pengelolaan yang baik dalam mengembangkan invetasi Lampu Alternatif.
Oleh karena itu, untuk mendorong pihak-pihak penyedia pendanaan pada tahap awal diperlukan pula peran besar pemerintah. Dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif berjangka panjang
Dengan melihat keadaan faktor harga komponen pembangkit listrik EBT yang memiliki tingkat kandungan dalam negeri yang masih rendah. Termasuk perjuangan pengembangan dalam hal perizinan dan pembebasan lahan, hendaknya pemerintah memberikan dukungan birokrasi
Serta bantuan tambahan investasi sekitar 20%-30% dari biaya keseluruhan dalam pembangunan pembangkit listrik EBT Lampu Alternatif. Untuk menjaga gairah perkembangan energi listrik terbarukan di Indonesia, terutama Kalimantan Barat.