Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Juli 2023 Menjadi Bulan Terpanas di Planet Bumi

×

Juli 2023 Menjadi Bulan Terpanas di Planet Bumi

Sebarkan artikel ini
Juli 2023 Menjadi Bulan Terpanas di Planet Bumi
Juli 2023 Menjadi Bulan Terpanas di Planet Bumi

Di Amerika Serikat, hampir 200 juta orang baru-baru ini mendapat peringatan cuaca panas ekstrem atau justru banjir. Di India, beberapa wilayah terendam banjir, sedangkan di Afghanistan pasokan air minim. Ilmuwan iklim memperingatkan, kondisi-kondisi itu dapat menjadi kenormalan baru.

Gencil News – VOA – Panas matahari memanggang jalanan Kota Phoenix, Arizona, di barat daya Amerika Serikat. Hampir sepanjang bulan Juli, suhu udara di sana berada pada atau lebih dari 43 derajat Celcius. Tunawisma yang tinggal di kampung tenda di kota itu, alias “The Zone”, merupakan kelompok yang paling rentan meregang nyawa di tengah sengatan panas ekstrem. Kondisi itu memaksa pemerintah kota Phoenix menerapkan langkah-langkah kreatif yang dapat membuat warga tetap merasa sejuk.

Stefon James Dewitt Livengood adalah warga kampung tenda. Kepada AP ia mengatakan, “Pemerintah kota mengirim salah satu bus tambahan Metro Valley ke sini. Bus itu diparkir di sini selama beberapa jam agar kami bisa duduk di dalamnya dan tetap sejuk (berkat pendingin ruangan); tidak duduk di bawah matahari langsung. Rasanya berbeda. Saya tidak pernah mengalami itu sebelumnya. Itu cara menyejukkan diri yang nyaman.”

Pakar mengatakan, masyarakat kota terkena dampak paling buruk dari panas ekstrem akibat masalah perencanaan dan tata kota.

Direktur Urusan Keadilan dan Dampak Iklim Groundwork USA Jeremy Hoffman mengatakan kepada AP, “Gelombang panas ekstrem ini secara tidak proporsional berbahaya bagi masyarakat kulit berwarna dan masyarakat berpenghasilan rendah karena wilayah ini cenderung memiliki pohon yang lebih sedikit dan lebih banyak infrastruktur, seperti lapangan parkir dan jalan-jalan, yang sebenarnya menyerap lebih banyak energi matahari dan menaikkan suhu udara di lingkungan ini.”

Panas matahari memanggang jalanan Kota Phoenix, Arizona, di barat daya Amerika Serikat. Hampir sepanjang bulan Juli, suhu udara di sana berada pada atau lebih dari 43 derajat Celcius. Tunawisma yang tinggal di kampung tenda di kota itu, alias “The Zone”, merupakan kelompok yang paling rentan meregang nyawa di tengah sengatan panas ekstrem. Kondisi itu memaksa pemerintah kota Phoenix menerapkan langkah-langkah kreatif yang dapat membuat warga tetap merasa sejuk.

Stefon James Dewitt Livengood adalah warga kampung tenda. Kepada AP ia mengatakan, “Pemerintah kota mengirim salah satu bus tambahan Metro Valley ke sini. Bus itu diparkir di sini selama beberapa jam agar kami bisa duduk di dalamnya dan tetap sejuk (berkat pendingin ruangan); tidak duduk di bawah matahari langsung. Rasanya berbeda. Saya tidak pernah mengalami itu sebelumnya. Itu cara menyejukkan diri yang nyaman.”

Pakar mengatakan, masyarakat kota terkena dampak paling buruk dari panas ekstrem akibat masalah perencanaan dan tata kota.

Direktur Urusan Keadilan dan Dampak Iklim Groundwork USA Jeremy Hoffman mengatakan kepada AP, “Gelombang panas ekstrem ini secara tidak proporsional berbahaya bagi masyarakat kulit berwarna dan masyarakat berpenghasilan rendah karena wilayah ini cenderung memiliki pohon yang lebih sedikit dan lebih banyak infrastruktur, seperti lapangan parkir dan jalan-jalan, yang sebenarnya menyerap lebih banyak energi matahari dan menaikkan suhu udara di lingkungan ini.”

Phoenix bukan satu-satunya daerah yang didera panas ekstrem tahun ini. Badan Cuaca Nasional AS melaporkan bahwa 60% orang yang tinggal di AS menerima peringatan panas atau banjir per akhir pekan lalu.

Sementara itu, badan cuaca India mengeluarkan peringatan hujan lebat hingga sangat lebat di berbagai daerah, di tengah musim hujan yang telah menurunkan curah hujan 2% lebih banyak tahun ini dari biasanya. Lebih dari 100 orang tewas akibat hujan yang mengakibatkan 1.600 hektar tanah tenggelam direndam banjir.

Ilmuwan mengatakan, musim hujan yang disusul dengan longsor dan banjir bandang menjadi lebih tidak menentu akibat perubahan iklim.

Kondisinya berbeda 180 derajat dengan apa yang terjadi di ibu kota Afghanistan. Gelombang panas gobal dan kekeringan parah telah memaksa penduduk Kabul melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan air dan membayar harga tinggi. Salah satu warga mengatakan kepada AP bahwa ia menghabiskan separuh gajinya untuk membayar kontrakan dan separuhnya lagi untuk membeli air.

Ilmuwan iklim mengatakan, bulan Juli tahun ini merupakan bulan terpanas yang pernah tercatat sejauh ini. Itu artinya kita semua telah melalui minggu-minggu terpanas dalam catatan sejarah dan kemungkinan yang terpanas dalam 120.000 tahun terakhir. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *