Gencil News – Tak ayal saat dijalan kita menemukan makanan yang tidak diketahui siapa pemiliknya. Hal ini kadang membuat kita bertanya status kehalalan mengambil makanan tersebut karena jika dibiarkan maka akan mubazir.
Lantas sebenarnya bolehkah kita mengambil makanan yang tergeletak di jalan, baik untuk dimakan atau diberikan kepada orang lain?
Melansir dari NU Online, dalam beberapa kutub at-turats dijelaskan bahwa benda bernilai yang ditemukan di tempat yang tidak bertuan (tidak dimiliki oleh seseorang) seperti jalan raya, masjid, pasar dan fasilitas umum lainnya, maka disebut sebagai barang temuan atau luqathah.
Termasuk bagian dari luqathah adalah makanan yang ditemukan di jalan raya. Para ulama’ mazhab Syafi’i secara khusus memberikan ketentuan dalam menangani makanan yang ditemukan di jalan, yakni dengan diberikan dua opsi pilihan bagi penemu makanan tersebut (multaqith):
- Penemu mengonsumsinya dan mengganti dengan nominal harga dari makanan tersebut tatkala pemilik makanan telah diketahui.
- Penemu menjual makanan tersebut lalu menyimpan uang hasil penjualan makanan itu untuk diberikan kepada pemilik makanan tatkala ditemukan. (Ibnu Qasim al-Ghazi, Fath al-Qarib, Hal. 81) Berdasarkan dua ketentuan tersebut, dapat dipahami pula bahwa memberikan makanan yang ditemukan di jalan kepada orang yang lebih membutuhkan adalah hal yang diperbolehkan, sebab termasuk cakupan dari opsi pertama di atas karena mengonsumsi makanan yang ditemukan di jalan dengan memberikan makanan tersebut pada orang lain, dalam kajian fikih memiliki illat yang sama yakni itlaf (merusak barang temuan), sehingga memiliki konsekuensi hukum yang sama.
Lalu apakah wajib bagi penemu makanan mencari pemilik makanan atau mengumumkan kepada khalayak luas tentang makanan yang ditemukannya, sebagaimana ketentuan dalam bab luqathah?
Wajib-tidaknya mengumumkan makanan hasil temuan secara umum diperinci berdasarkan jenis makanan yang ditemukan:
• Jika makanan yang ditemukan bersifat remeh-temeh, sekiranya menurut penilaian umumnya orang (‘Urf) pemilik makanan ketika kehilangan makanan tidak akan mencarinya, maka tidak wajib bagi penemu untuk mengumumkannya atau mencari pemilik makanan yang ditemukan olehnya dan ia langsung dapat memiliki makanan tersebut. Misal seperti menemukan sepotong kurma, sesuap nasi dan makanan lain yang terdapat indikasi pemilik makanan sudah tidak membutuhkannya lagi.
• Jika makanan yang ditemukan tergolong bernilai, sekiranya menurut penilaian umumnya orang pemilik makanan ketika kehilangan makanan tersebut pasti akan mencarinya, maka wajib bagi penemu untuk mengumumkannya atau mencari pemilik makanan yang ditemukan olehnya. Seperti menemukan nasi satu bungkus beserta lauk pauk yang masih utuh dan baru, serta makanan-makanan lain terdapat indikasi pemilik makanan masih membutuhkannya.
Ketentuan demikian berdasarkan hadits riwayat sahabat Anas RA, ia berkata: ‘Nabi Muhammad SAW lewat di jalan sembari menemukan satu buah kurma, lalu beliau bersabda:
“Kalau saja aku tidak khawatir kurma itu adalah harta sedekah, tentu aku akan memakannya,’ (HR Bukhari) Jika barang temuan berupa harta yang bernilai, sekiranya umumnya orang ketika kehilangan harta tersebut akan mencarinya, maka wajib bagi orang yang menemukannya untuk mengumumkan barang temuan tersebut (ke khalayak umum)” (Musthafa Khin DKK, al-Fiqh al-Manhaji, Juz 7, Hal. 74)