Gencil News – VOA – Ribuan pelayat silih berganti hadir di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, sepanjang Jumat (27/5). Salah satunya adalah Presiden Joko Widodo yang secara langsung turut melepas kepergian Buya Syafii Maarif ke peristirahatan terakhirnya.
Jenazah Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman menjelang tengah hari. Selepas ibadah Jumat, ribuan jamaah bergantian melakukan salat jenazah hingga waktu Ashar tiba.
Jokowi tiba di Masjid Gedhe Kauman pukul 15.05 setelah terbang dari Jakarta. Presiden menjalankan salat ashar berjamaah, bersama sejumlah pejabat dan pengurus PP Muhammadiyah dan para pelayat. Kehadiran Jokowi di tengah jadwalnya yang padat, merefleksikan kedekatannya dengan Buya Syafii Maarif.
“Beliau, Buya Syafii Maarif adalah guru bangsa, dan yang saya lihat beliau hidup dalam kesederhanaan. Beliau adalah kader terbaik Muhammadiyah yang selalu menyuarakan tentang keberagaman dan selalu menyuarakan tentang toleransi antarumat beragama dan beliau juga selalu menyampaikan pentingnya Pancasila bagi perekat bangsa,” kata Jokowi dalam sambutan prosesi penghormatan terakhir untuk almarhum.
Jokowi mengatakan, atas nama pribadi serta atas nama bangsa dan negara, dia menyampaikan duka cita mendalam atas berpulangnya Buya Syafii Maarif. Presiden juga mengajak masyarakat Indonesia untuk mendoakan almarhum agar mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT.
“Kita semua adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya lah kita akan kembali. Mari kita berdoa bersama semoga almarhum Buya Syafii Maarif diberikan tempat yang terbaik disisi-Nya dan diampuni segala dosa-dosanya, aamiin ya rabbal alamin,” ujar Presiden.
Usai menemui istri Buya Syafii Maarif sejenak, Presiden Jokowi mengantarkan jenazah keluar masjid menuju mobil jenazah, dan kemudian kembali ke Jakarta.
Kaya Pemikiran, Sederhana dalam Kehidupan
Kesan mendalam tentang kesederhanaan hidup Buya Syafii Maarif tidak hanya tertanam di benak Presiden Jokowi, sehingga dia memilih sifat sederhana itu sebagai pembuka sambutannya. Bagi warga Yogyakarta, ribuan kisah terkait kesederhanaan hidup Buya Syafii adalah cerita sehari-hari.
Rumah sederhana di Perumahan Nogotirto yang ditinggalinya hingga saat wafat adalah salah satu bukti. Presiden sendiri, berulangkali datang ke rumah itu. Terakhir, pada 26 Maret 2022, ketika menjenguk Buya Syafii yang baru saja sembuh dari serangan jantung pertama.
Memiliki jabatan sebagai Anggota Dewan Pengawasan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Buya Syafii tidak melupakan perannya di lingkungan terdekat, bahkan hingga mengikuti rapat RT. Para tetangga biasa melihat dia membantu istrinya menjemur baju di halaman, bersepeda, pergi ke warung berbelanja barang kebutuhan sehari-hari.
Buya Syafii juga selalu mengantre seperti pasien lain ketika berobat ke RS PKU Muhammadiyah. Ketika diundang ke luar kota, Buya Syafii terbang di kelas ekonomi atau bahkan naik kereta api. Dia sering menolak menginap di hotel yang menurutnya terlalu mewah.
Respons warganet juga sangat positif ketika foto Buya Syafii duduk menunggu kereta di Stasiun Tebet, Jakarta, viral pada 2017. Ketika itu, Buya Syafii menuju Istana Kepresidenan Bogor menghadiri acara Penguatan Pendidikan Pancasila, karena dia adalah Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).
Kehilangan Besar Muhammadiyah dan Bangsa
Ketua Umum PP Muhamamdiyah, Haedar Nashir, mengungkap kisah Buya Syafii Maarif yang membuatnya tertegun.
“Seakan-akan beliau merasa sudah saat dan tiba waktunya, 24 Februari yang lalu beliau kontak saya, yang mengagetkan perasaan saya, memesan makam di makam Muhammadiyah, yaitu di Husnul Khatimah di Kulonprogo,” kata Haedar di tengah proses pelepasan jenazah.
Pada Jumat pagi, Haedar sebenarnya hendak pergi ke Bandung, Jawa Barat. Di tengah perjalanan belum jauh dari Yogyakarta, dia menerima telepon yang melaporkan kondisi terakhir Buya Syafii. Segera dia meluncur kembali ke RS PKU Muhammadiyah Gamping.
“Saya kebetulan setengah jam tiba, dan sempat menemani beliau menghembuskan nafas terakhir menghadap Allah SWT. Menjadi saksi, bahwa beliau dipanggil Allah dengan segala kesiapan yang luar biasa,” tambahnya.
Berbicara mewakili keluarga, Haedar menyampaikan rasa kehilangan atas kepergian Buya Syafii Maarif. Keluarga juga mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Presiden Jokowi dan seluruh pihak, yang begitu mencintai bapak bangsa tersebut.
“Atas nama keluarga dan Muhammadiyah, kami juga menyampaikan bahwa Buya Syafii Maarif sebagai insan biasa tentu ada kelemahan, kekurangan, kekhilafan serta kesalahan. Maka kami mohonkan maaf sebesar-besarnya agar beliau dilapangkan di kuburnya. Beliau pesan, jaga keutuhan bangsa, keutuhan Muhammadiyah, dan keutuhan umat,” tambah Haedar.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi juga mengakui Buya Syafii Maarif merupakan tokoh yang sangat banyak berjasa bagi negara.
“Kepulangan beliau ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, merupakan kehilangan yang sangat besar bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Khususnya bagi BPIP, di mana beliau mengonsentrasikan enam tahun terakhir usia beliau, untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai Angota Dewan Pengarah BPIP,” kata Yudian.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang turut melayat, juga memberikan kesaksian bagaimana sikap Buya Syafii Maarif yang terbuka. Ganjar memiliki kenangan ketika masih menjadi mahasiswa, dan hendak mengundang Buya Syafii dalam satu acara.
“Beliau juga penuh dengan pemikiran intelek dan selalu memberikan semangat pada anak muda. Saya ingat saat mahasiswa dulu bertemu beliau, kami ngobrol dan berbincang santai bagaimana aktivitas seorang mahasiswa dan seterusnya. Pemikiran beliau selalu menyenangkan,” kata Ganjar.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Moh Mahfud MD juga memiliki banyak kisah bersama Buya Syafii Maarif. Sebagai dosen, Buya pernah mengajar mata kuliah Pancasila di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan Mahfud menjadi asisten dosen.
“Pancasila bagi Buya Syafii itu adalah pedoman berbangsa bernegara yang kompatibel. Artinya, tidak mengganggu kelancaran perjuangan umat Islam untuk berbangsa dan bernegara dan beribadah. Itu yang diajarkan Buya Syafii pada kita. Itu agama kemanusiaan. Semua orang bersaudara, urusan ibadah itu urusan masing-masing,” kata Mahfud.