Gencil News – VOA – Penggunaan media sosial merupakan hal yang terus berevolusi dan berkembang selama kurang lebih 2 dekade terakhir. Pandemi COVID-19 yang berkepanjangan telah mendorong bertambahnya konsumsi media sosial secara signifikan oleh para penggunanya.
Menurut laporan Smart Insights dari Inggris, pada awal 2022 ini 4,6 miliar orang di dunia menggunakan media sosial atau lebih dari separuh populasi dunia (58,4%) dan 424 juta dari angka tersebut adalah pengguna media sosial yang baru saja bergabung dalam 12 bulan terakhir. Rata-rata dari mereka menghabiskan waktu sekitar dua setengah jam setiap hari untuk mengkonsumsi media sosial.
Indonesia tercatat sebagai pengguna media sosial ke-4 terbesar setelah China, India dan Amerika pada tahun 2021. Lebih dari 193 juta warga Indonesia menggunakan berbagai platform media sosial untuk berkomunikasi, menurut data yang dikumpulkan oleh Statista, perusahaan Jerman yang bergerak dalam bidang statistik data konsumen dan pemasaran.
Laporan yang diterbitkan oleh perusahaan software komputer Adobe menyebut lima situs media sosial teratas yang patut kita perhatikan pada tahun 2022 adalah Instagram, YouTube, Facebook, Twitter dan TikTok. Sebagian besar warga Amerika menggunakan YouTube dan Facebook, menurut laporan Pew Research Center, sedangkan Instagram, Snapchat dan TikTok lebih sering digunakan oleh mereka yang berusia di bawah 30 tahun. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Doktor Firman Kurniawan, pemerhati komunikasi dan budaya digital, sekaligus pengajar di Universitas Indonesia mengatakan, jika dilihat secara sepintas, platform media sosial yang paling sering digunakan oleh orang Indonesia adalah WhatsApp, yang kemudian diikuti oleh Instagram dan TikTok.
Doktor Kurniawan mengatakan realitas ini sejalan dengan data yang dirilis oleh We Are Social & Hootsuites 2022, yang menyebut social media yang paling banyak digunakan oleh orang Indonesia, berturut turut adalah WhatsApp, Instagram dan Facebook, kemudian TikTok
Sejak 2019, We Are Social & Hootsuites memasukkan WhatsApp sebagai platform media sosial dan bukan instant messaging. Jika diperhatikan, ini terjadi karena fasilitas maupun pola penggunaanya, yang menjadikan platform ini sebagai media sosial. WhatsApp merupakan platform yang dinilai paling praktis dan sederhana untuk melangsungkan komunikasi. Kepraktisan dan kesederhanaannya serupa dengan komunikasi tutur, yang dapat dilangsungkan kapan saja dan di mana saja. Terlebih ketika platform ini melengkapi kemampuannya dengan berbagai feature selain pesan text: gambar, suara, video maupun video conference, maka komunikasi berlangsung lebih ilustratif dan semirip komunikasi tatap muka.
Saat ditanyakan bagaimana pandangannya atas langkah Elon Musk untuk membeli Twitter, Doktor Kurniawan yakin bahwa tindakan tersebut berdasarkan niat untuk menjadikan entitas media sosial tersebut lebih profitable. Menurutnya, pengusaha yang kini menjadi orang terkaya di dunia tersebut memiliki visi yang futuristik dengan Tesla maupun SpaceX yang dimilikinya. Dan ketika berhasil, kedua bisnis yang digelutinya tersebut menjadi ‘game changer’ bagi peradaban dunia, yaitu mobil listrik dan perjalanan ke luar angkasa. Demikian pula dengan Twitter yang tentunya dilihat sebagai entitas bisnis yang menarik.
“Dalam berbagai pernyataannya, Musk menyampaikan akan “menguasai” Twitter paling lama 3 tahun, dan selanjutnya dilepas kembali sebagai perusahaan publik ke pasar saham. Tentu saja pernyataan itu mengandung janji, Twitter dikembalikan dalam keadaan lebih baik, daripada saat sekarang,” kata Doktor Kurniawan.
Terkait dengan Twitter sebagai sarana untuk mengeluarkan pendapat, Doktor Kurniawan memperhatikan berbagai ujaran yang disampaikan Elon Musk lewat tweetnya menggambarkan keinginan Musk untuk menjadikan platform media sosial ini sebagai ruang terbuka yang memberikan kebebasan berbicara bagi setiap penggunanya. Sebagai sarana demokrasi masyarakat dunia, Twitter diibaratkan alun-alun kota dunia bagi demokrasi, di mana setiap pembicaraan untuk menentukan nasib umat manusia yang penting diperdebatkan.
“Interpretasi terhadap pernyataan ini, Musk sebagai salah satu pengguna Twitter tak puas dengan mekanisme moderasi maupun algoritma tertutup yang dijalankan pengelola Twitter. Menurutnya, inilah yang menyebabkan model bisnis Twitter tak menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Dunia membutuhkan platform yang mampu mewujudkan demokrasi senyatanya, tanpa pembatasan moderasi maupun algoritma tertutup. Jika itu diwujudkan, platform akan menjadi entitas bisnis yang menarik dan diinginkan khalayak. Tentu ini pada akhirnya akan membawa Twitter jadi lebih mampu menciptakan keuntungan,” paparnya.
Doktor Kurniawan lalu menambahkan bahwa Elon Musk kemudian membandingkan kinerja bisnis Twitter dengan Truth Social milik Donald Trump, yang dalam waktu singkat mampu mengundang pengguna dalam jumlah besar, akibat kebebasan berbicara yang diizinkannya.
“Satu hal yang perlu dipahami tentang upaya kebebasan berbicara yang hendak diwujudkan Musk agar platform yang dikuasainya tak justru ditinggalkan pengguna: kebebasan berbicara memiliki berbagai nuansa dan interpretasi berdasar budaya yang berbeda-beda. Demikian juga dengan pengalaman pengguna, terkait aspek kebebasan berbicara ini. Dalam kenyataannya, ketika kebebasan berbicara mutlak tak dibatasi, justru banyak terjadi permusuhan dan segregasi sosial. Jika sudah seperti ini, tentu platform akan menjadi tak diminati. Apakah peradaban benar-benar membutuhkan kebebasan berbicara yang mutlak?” katanya.
Sementara itu bagi para pengguna media sosial Indonesia, satu hal yang menurut pengajar ilmu komunikasi FISIP Universitas Indonesia tersebut sangat penting diperhatikan adalah pemahaman bahwa terdapat berbagai motif yang mendorong pengguna untuk melempar pesan di platform. Hal ini penting agar tidak jadi “korban” keburukan platform digital, termasuk hoax.
Spektrumnya mulai dari pesan informatif yang sangat berguna, hingga pesan mengadu domba maupun hoax yang dapat menciptakan permusuhan. Sedangkan di tengah-tengah spektrum itu, adanya pengguna yang tak serius melempar pesan. Mereka menggunakan media sosial sekadar untuk tujuan main-main dan tak serius.
Untuk menghadapi berbagai spektrum motif ini, pengguna media sosial perlu membangun wawasan (literasi) yang luas terkait motif pengguna. Juga *tidak melepaskan konteks dari setiap konten pesan*. Konteks pesan tak serius, jangan ditanggapi dengan serius. Demikian juga sebaliknya. Komunikasi dengan media sosial selalu menciptakan gap dengan keadaan senyatanya. Maka perlu ada keseimbangan komunikasi media sosial dengan komunikasi tatap muka, yang dapat mempersempit gap dengan kenyataan. Demikian dituturkan Doktor Kurniawan kepada VOA.
Bagi Patriana Paago, selain untuk berkomunikasi, media sosial juga berfungsi sebagai sarana menyimpan kenangan.
“Platform medsos yang paling sering aku gunakan sekarang ya instagram dan youtube, dan gunanya ya untuk sharing tentang travel, lifestyle content juga buat keep track of creating memories dan juga spread positivity,” katanya.
Menyebarkan nilai-nilai positif hidup merupakan hal yang dirasakan Patriana penting untuk dilakukan terhadap para followers-nya di Instagram yang berjumlah lebih dari 34 ribu.
Armaya Doremi mengaku aktif menggunakan tiga platform media sosial: Instagram facebook dan tiktok.
“Tapi yang paling sering/ banyak digunakan adalah Instagram, karena memang teman-teman semuanya pakai Instagram, dan lebih modern aja jaman sekarang. Selain itu, kenapa Instagram juga, aku gunain Instagram untuk berbisnis, contohnya kayak dapet endorsement dari brand-brand online, dan juga untuk promote bisnis aku sendiri,” katanya.
Alumni Northeastern University yang kini juga sibuk sebagai social media marketer di Kota Boston ini memiliki 15,8 ribu followers di akun Instagram-nya. Menurut Armaya kegunaan media sosial baginya bukan hanya sekedar untuk komunikasi, melainkan juga ada suatu “return of investment” yang ia rasakan.
Berbeda dengan Lisa Sulaiman yang memiliki fungsi yang berbeda bagi tiap platform media sosial yang ia gunakan. Ibu dua anak yang tinggal di negara bagian Virginia tersebut paling sering menggunakan Facebook untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman yang tinggal jauh di Indonesia, menurutnya rasa rindu terhadap tanah air dapat terobati melalui Facebook. Lalu bagi Lisa Instagram berfungsi untuk saling berbagi foto-foto keluarga ataupun hal-hal menarik lainnya.
Adapun pengalaman unik yang dirasakan Lisa sebagai pengguna media sosial
“Pernah tuh saya suatu hari cek facebook saya, lho kok ini gak bisa sign-in, jadi kayaknya waktu itu pas pemilihan presiden, saya pernah meng-upload salah satu artikel tentang pemilihan presiden tersebut ya, mungkin salah satu teman Facebook saya ada yang kurang menyukai materi itu dan melaporkan ke admin Facebook. Selama tiga hari akun facebook saya di deactive-kan oleh Facebook, tapi setelah tiga hari berfungsi seperti biasa,” katanya.
Sementara itu kegunaan Twitter bagi Lisa adalah untuk mendapatkan informasi penting sehubungan dengan perkembangan terbaru, mulai dari keadaan sekolah anak, informasi seputar pandemi dan vaksin, sampai dengan situasi perang di Ukraina.
Lisa juga berharap pembelian Twitter oleh Elon Musk dapat membawa dampak positif bagi para penggunanya dalam menyuarakan pendapat mereka.