Scroll untuk baca artikel
Nasional

Iuran BPJS Naik, DPR Minta Pemerintah Telusuri Penyebab Defisit

×

Iuran BPJS Naik, DPR Minta Pemerintah Telusuri Penyebab Defisit

Sebarkan artikel ini
Rapat gabungan pemerintah dan DPR di gedung parlemen di Jakarta, Senin (2/9) soal rencana pemerintah menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. (Foto: VOA/Fathiyah)
Rapat gabungan pemerintah dan DPR di gedung parlemen di Jakarta, Senin (2/9) soal rencana pemerintah menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. (Foto: VOA/Fathiyah)
Rapat gabungan pemerintah dan DPR di gedung parlemen di Jakarta, Senin (2/9) soal rencana pemerintah menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. (Foto: VOA/Fathiyah)

Iuran BPJS Naik, DPR Minta Pemerintah Telusuri Penyebab Defisit-Pemerintah berkukuh tetap akan menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk menutup defisit JKN.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan untuk tahun ini penyesuaian hanya berlaku pada kelompok penerima bantuan iuran (PBI) pusat dan daerah menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa.

“Yang kelas I, kelas II, 2 Januari 2020 jadi Rp 160 ribu dan Rp 110 ribu sehingga kita bisa sosialisasi untuk masyarakat,” kata Mardiasmo di gedung DPR, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Pemerintah mengusulkan iuran untuk kelas I menjadi Rp 160.000 per bulan per jiwa, kelas II menjadi Rp 110.000 per bulan per jiwa, dan kelas III menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa. Sedangkan PBI pusat dan daerah diusulkan menjadi Rp 42.000 dari Rp 23.000 per bulan per jiwa.

Tujuan penyesuaian, kata Mardiasmo demi menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan yang diproyeksi hingga akhir tahun ini sebesar RP 32,84 triliun.

“Tapi nunggu perpres dulu ya. Kita menutup defisit dengan cara menyesuaikan iuran,” jelas dia.

Penyesuaian ini berlaku duluan sejak Agustus 2019. Sedangkan untuk kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri tetap Rp 25.500 per bulan per jiwa atau tidak ikut naik menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa hingga cleansing data oleh Kementerian Sosial rampung. Target penyelesaian data tersebut pada September 2019.

Berikut daftar iuran BPJS Kesehatan yang berlaku pada 1 Januari 2020:

1. PBI pusat dan daerah Rp 42.000 dari Rp 23.000 per bulan per jiwa
2. Kelas I menjadi Rp 160.000 dari Rp 80.000 per bulan per jiwa
3. Kelas II menjadi Rp 110.000 dari Rp 51.000 per bulan per jiwa
4. Kelas III menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500 per bulan per jiwa

DPR Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Kelas III

Dalam rapat gabungan yang digelar di gedung parlemen di Jakarta, Senin (2/9), Komisi IX dan XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak usulan pemerintah yang ingin menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.

Dengan penolakan itu, iuran JKN untuk segmen tersebut tetap Rp 25.500 per bulan.

Rapat gabungan tersebut dihadiri oleh Direktur Utama BPJS Fachmi Idris, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, perwakilan dari kementerian Sosial, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam negeri, dan kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Soepriyatno menyatakan lembaganya mendesak pemerintah segera mengambil kebijakan untuk mengatasi defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan pada 2019 yang diproyeksikan mencapai Rp 32,84 triliun. DPR juga mendesak pemerintah segera memperbaiki data terpadu kesejahteraan sosial sebagai basis Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Anggota Komisi XI DPR Muhammad Sarmuji meminta pemerintah menelusuri dulu penyebab BPJS mengalami defisit.

“Kalau sebab musababnya itu, ternyata ada kecurangan dari peserta BPJS, mereka tidak membayar iuran atau membayar iuran pada waktu sakit saja. Atau ada kecurangan kongkalikong dengan rumah sakit, misalkan sakit sedikit dilakukan tindakan berlebihan, itu yang harus dicegah terlebih dahulu sebelum proses pemerintah menentukan kenaikan iuran. Biar konsisten antara penyebab dengan solusinya” kata Sarmuji.

Sarmuji meminta pemerintah jangan buru-buru menaikkan iuran BPJS kesehatan. Tapi kalau memang tidak bisa dihindarkan, dia meminta kenaikannya yang rasional saja, jangan terlalu membebani rakyat.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menekankan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu harus dibarengi dengan peningkatan layanan kesehatan.

“Dengan kenaikan iuran ini diharapkan BPJS Kesehatan tidak lagi menghadapi persoalan aliran dana sehingga dapat melakukan pembayaran klaim faskes (fasilitas kesehatan) secara tepat waktu dan pada gilirannya, faskes dapat meningkatkan layanan dengan baik,” ujar Mardiasmo.

Mardiasmo menambahkan kenaikan iuran tersebut harus dibarengi pula dengan keaktifan peserta khususnya bagi Penerima Bantuan Upah (PBU) BPJS Kesehatan harus berusaha lebih keras untuk meningkatkan tingkat keaktifan PBU yang pada akhir 2016 baru mencapai 53,72 persen.

Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan memerlukan sosialisasi yang baik kepada masyarakat. Kenaikan iuran juga diharapkan daat mempertahankan keberlangsungan Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan dalam jangka menengah. Dia mengatakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memang perlu dievaluasi dan didesain ulang ke depan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan BPJS Kesehatan tahun ini proyeksikan mengalami defisit Rp28 triliun tapi kemungkinan bergeser menjadi Rp32,8 triliun, seperti disampaikan sebelumnya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Ketika ditanya mengenai bagaimana cara memitigasi peserta mandiri kelas III dalam membayar iuran, Fachmi menjelaskan BPJS Kesehatan memiliki empat cara, yakni sosialisasi langsung dan tidak langsung, menambah akses kemudahan pembayaran iuran.

“Mengupayakan kalau peserta mandiri kelas III itu memang tidak mampu untuk membayar, untuk masuk dialihkan menjadi peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) baik APBD maupun APBN. Mengadvoasi rumah sakit untuk meningkatkan kapasitas kelas III, sehingga hak-hak peserta mandiri kelas III menjadi lebih terlayani,” ujar Fachmi.

Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan kenaikan iuran diperlukan untuk membayar tunggakan ke rumah-rumah sakit, karena hutang pemerintah tersebut, rumah-rumah sakit ini tidak mampu memberikan layanan maksimal.

Usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dari pemerintah adalah kelas III dari Rp25,5 ribu menjadi Rp42 ribu, kelas II dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, lalu kelas I dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu.

Dalam rapat tersebut, iuran untuk kelas I dan kelas II direncanakan naik secara efektif per 1 Januari 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan kenaikan iuran ini harus dilakukan karena lembaga jaminan sosial itu telah mengalami defisit sejak 2014. Pada awal penerapannya pada 2014, badan usaha pelayanan kesehatan tersebut mencatatkan defisit sekitar Rp1,9 triliun. Defisit kemudian berlanjut di 2015 menjadi Rp9,4 triliun.

Pemerintah pun turun tangan menyuntikkan dana sebesar Rp5 triliun ke BPJS Kesehatan agar BPJS Kesehatan tetap dapat menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Di 2016, defisit turun ke angka Rp6,7 triliun karena ada kenaikan iuran. Sesuai peraturan presiden, iuran BPJS itu harus dikaji tiap dua tahun namun semenjak 2016 sampai sekarang belum pernah dilakukan.

Pada 2017, defisit membengkak menjadi Rp13,8 triliun. Pemerintah menyuntik lagi dana kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp3,6 triliun. Demikian pula pada 2018, defisit bertambah menjadi sebesar Rp19,4 triliun dan lagi-lagi pemerintah memberikan dana talangan Rp 10,3 triliun. [fw/ft]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *