Scroll untuk baca artikel
Nasional

Netflix Memanjakan Penikmat Film, Tapi Negara Rugi

×

Netflix Memanjakan Penikmat Film, Tapi Negara Rugi

Sebarkan artikel ini

Penikmat film layar lebar di Indonesia kian dimanjakan berkat kehadiran beragam layanan streaming film. Para pemain global streaming film, seperti Netflix atau Amazon, telah menyediakan layanannya di Indonesia.

Pelopor penyedia layanan streaming film global, Netflix mulai hadir di Indonesia sejak Januari 2016. Dengan koleksi film dan serial televisi yang mencapai sekitar lima ribu konten pada tahun 2018, Netflix menawarkan lebih banyak pilihan dibanding layanan serupa lainnya.

NetFlix merupakan layanan untuk streaming program-program televisi populer dan film.

Perusahaan asal Amerika yang telah memasuki dekade kedua ini memiliki 130 juta pelanggan di seluruh dunia dan layanan di 190 negara, termasuk Indonesia.

Netflix berbisnis dan mendapat uang dari Indonesia. Namun apakah Netflix membayar pajak dari aktivitas usahanya?

Dilansir dari cnbc indonesia, Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama bahwa Netflix tidak pernah membayar pajaknya di Indonesia.

Baca juga  Link Film Mencuri Raden Saleh di Netflix 

Enggak, karena memang selama ini mereka belum jadi BUT (Badan Usaha Tetap) di Indonesia. Jadi tidak menjadi Wajib Pajak di Indonesia,”

Kalau Netflix membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang 10% saja, maka kas negara akan minimal bertambah Rp 6,3 miliar setahun dengan asumsi paling konservatif di atas. Itu baru PPN, belum Pajak Penghasilan (PPh).

Netflix boleh dibilang jeli memanfaatkan aturan pajak di Indonesia yang belum bisa merespons perkembangan ekonomi digital. Selama suatu perusahaan tidak punya kantor representasi di Indonesia, maka mereka bukan Wajib Pajak meski menjalankan aktivitas bisnis di Tanah Air.

“Selama ini definisi BUT adalah kehadiran fisik. Mereka enggak ada di sini, makanya kita enggak bisa mengenakan PPh atas penghasilan dari Indonesia,” ungkap Yoga.

Baca juga  Sinopsis Film The Adam Project

Oleh karena itu, mungkin ada baiknya Indonesia mencontoh praktik di negara lain. Sebab ternyata Netflix tidak hanya bermasalah dengan urusan pajak di Indonesia.

Mengutip data Statista, Netflix memiliki 481.450 pelanggan di Indonesia pada 2019. Bahkan pelanggannya diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun depan menjadi 906.800.

Kendati demikian, pembayaran oleh pelanggan itu mengalir deras ke anak perusahaan Netflix di Belanda, yaitu Netflix International B.V.

Dengan asumsi paling konservatif, di mana 481.450 pelanggan di Indonesia berlangganan paket paling murah, maka Netflix B.V. meraup Rp 52,48 miliar per bulan. Artinya selama setahun Indonesia sudah boncos atau rugi Rp 629,74 miliar, karena selama itu uangnya hanya mengalir ke Negeri Kincir Angin.

Selain tidak membayar pajak di Indonesia, diakui Hestu, Netflix juga tidak pernah menyampaikan laporan transaksi keuangannya. Dalam hal ini, dia pun mengakui negara telah kecolongan.

Baca juga  DJ Terkenal Singapura Persoalkan UU Anti Gay

“Ya memang, istilahnya ini memang masih lolos. Masih lolos perpajakan kita. Tapi masalah ini bukan hanya masalah di Indonesia ya, tapi hampir di semua negara,” tuturnya.


Tidak mau lagi ekonomi Indonesia bocor karena Netflix, Kementerian Keuangan pun akhirnya akan mengeluarkan regulasi baru. Dengan membuat satu regulasi khusus perpajakan dalam bentuk Omnibus Law.

Hestu mengatakan, salah satu aturan yang akan berlaku di dalam Omnibus Law perpajakan itu, yakni pemerintah akan meredefinisikan kembali mengenai BUT.

“Jadi pengertiannya gak hanya harus adanya kehadiran fisik, tapi seperti subtansial economic presence. Kalau mereka dapat penghasilan dari Indonesia, konsumennya di Indonesia itu kita anggap sebagai punya economic presence di Indonesia. Nah sehingga kita masukan sebagai BUT. Sehingga bisa kita pajaki di Indonesia,” tuturnya.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *