Fakta mereka berdua tidak lagi muda, sulit dibantah. Prabowo lama mengabdi di Angkatan Darat, dan BG juga lama berkarya di Kepolisian.
Mereka tumbuh, besar dan bekerja untuk Negara di dua institusi yang berbeda hingga masa pensiun. Sekarang, Prabowo menjadi Menteri Pertahanan, sedangkan BG menjadi Kepala BIN di pemerintahan Presiden Jokowi.
Mereka berdua memiliki energi yang sama walaupun berada di zona abdi yang berbeda, yakni berbuat untuk kepentingan Negara.
Kita menemukan pola kebersamaan pada dua figur ini meskipun dipisahkan oleh rentang tugas, tanggungjawab, dan wilayah pengabdian.
Pola ini kita sebut sebagai tidak berbisik tapi paham isyarat atau mampu membaca pesan tanpa menerima kabar, dan mereka saling tahu akan bertemu pada muara yang mempersatukan untuk saling menguatkan kerja satu sama lain.
Kita memerlukan sikap disiplin kepemimpinan semacam ini: bersatu pada tujuan bernegara, dan mengerti cita-cita bersama meskipun menempuh jalan yang berbeda. Sungguh kombinasi yang langka, pertautan yang kuat, dan mereka bisa jadi duet Maut!
Sekarang, dua figur senior ini ingin kita jodohkan untuk mau berpasangan, minimal saling lirik kemungkinan dan memeluk peluang untuk tergoda menjadi pasangan pada 2024.
Seharusnya banyak pihak yang pesimis dengan proposal ini karena konstalasi perjodohan para kandidat untuk mendorong diri mereka maju pada pilpres 2024 sudah terlanjur gegap gempita.
Signal Prabowo untuk maju kembali berkompetisi terpancar kuat, sedangkan BG sama sekali tidak terdengar dalam riuh rendah pencalonan.
Chemestry belum ketemu: Aura elektoral Prabowo memancar kesana kemari, namun BG menghindari sorot peluang ini.
Walaupun semua syarat mereka berdua sudah lengkap: pertama, Prabowo sementara representasi dari kandidat berlatar belakang tentara, jika Jenderal Andika tidak ikut masuk ke gelanggang maka Prabowo adalah satu-satunya wakil dari kelompok militer.
Mungkin kita bisa bongkar cinta didada publik, karena masih banyak dari mereka yang rindu dengan pemimpin dari kalangan militer. Kepemimpinan yang gagah, disiplin dan tegas model tentara masih menjadi magnet di masyarakat bawah.
Kemudian, BG mungkin satu-satunya representasi figur berlatarbelakang polisi, dan sekarang mewakili komunitas inteligen.
Sulit rasanya bagi Tito karnavian untuk menampakkan diri mewakili keluarga kepolisian untuk naik panggung pada 2024 jika BG memberikan signal untuk tertarik ikut berkompetisi.
Selama ini, panggung politik kepemimpinan Nasional memang belum pernah diramaikan oleh kandidat yang berlatar belakang polisi, dan posisi calon wakil presiden di 2024 ini barangkali akan menjadi momentum penting masuknya figur-figur potensial dari kepolisian untuk ikut serta pada perhelatan kompetisi rotasi kepemimpinan Nasional untuk masa mendatang.
2024 adalah pijakan sekaligus panggung pertama bagi reprentasi polisi untuk terjun langsung dalam pemilihan.
Oleh karena itu, Prabowo-BG sama dengan kombinasi calon kepemimpinan nasional yang berlatar belakang Tentara dan polisi. Langka dan unik bukan?
Kedua, Prabowo identik dengan Gerindara, Partai 3 besar di parlemen hasil pemilu 2019, dan selama ini Publik mengenali BG akrab dan termasuk lingkaran dalam PDI-P,partai pemenang pemilu 2019.
Bagi Gerindra, Prawobo Capres 2024 adalah final, dan untuk PDI-P melalui opsi BG sebagai capres dapat menjadi obat menyudahi lajunya Ganjar Pranowo yang belum puas mempopulerkan dirinya walaupun di semua Lembaga survey sudah teratas, dan hasrat memajukan Puan Maharani yang sepertinya belum juga terdongkrak popularitas dan elektabilitasnya oleh banyak Lembaga survey.
Kita melihat sudah banyak upaya dilakukan oleh kader senior partai Banteng untuk menghentikan laju ikhtiar Ganjar, namun sepertinya Ganjar terus melaju. Sebaliknya, banyak juga upaya yang sudah dilakukan untuk mengungkit Puan dan hasilnya masih belum sesuai rencana dan harapan.
Terlepas dari semua bantahan yang mengatakan tidak ada persaingan antara Ganjar dan Puan dalam ruang elektoral pilpres 2024, publik melihat di panggung depan rivalitas dengan tensi tertentu terjadi.
Opsi memajukan BG sebagai Cawapres dari PDI-P akan menyudahi polarisasi ini karena Puan akan merasa cukup puas karena ganjar teramputasi dengan sendirinya, dan Ganjar pun harus merelakan opsi baru ini jika Ia sendiri tidak ingin lagi berlama-lama di PDI-P.
Bagi PDI-P sendiri sebagai organisasi, posisi BG sebagai cawapres tidak mengganggu perolehan suara partai yang sudah banyak diprediksi tetap akan menjadi partai pemenang pemilu di 2024, malahan akan berkontribusi memperkuat perolehan suara tersebut, apalagi akan berpasangan dengan Prabowo.
Lain ceritanya jika terpaksa harus memajukan Ganjar sebagai capres, yang mungkin akan menang, kemudian menjadi lebih kuat ketika berkuasa sehingga berpeluang menjadi ancaman nyata dalam suksesi kepempinan partai dikemudian hari.
Misalkan, Ganjar sewaktu-waktu akan berubah menjadi aktor rasional yang memilih mengambil resiko (risk taker) dan berminat untuk menempati posisi Ketum paska Megawati baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang Ia percayai.
Ketika Puan harus maju sebagai capres dari PDI-P maka kekhawatiran adanya efek ikutan yang dapat melemahkan suara partai sudah pasti diperhitungkan oleh elite PDI-P. Suka tidak suka, partai juga akan dihantaui ketakutan kehilangan perolehan suara karena citra capres tidak seimbang dengan image partai. Elite PDI-P pasti menyadari situasi dilematis ini dan sudah pasti mencarikan exit strategy terbaik untuk mengelolanya.
BG sebagai cawapres dapat menjadi jalan tengah dari dilemma ini. Pada posisi ini BG menjadi trigger rekonsiliasi dan solusi konsolidasi. Walhasil, PDI-P tetap akan menjadi partai pemenang Kembali, rivalitas dingin dapat disudahi, dan suksesi kepemimpinan partai dapat diamankan BG kelak.
Ketiga, pasangan Prabowo-BG sebagai game changer untuk mengatasi polarisasi politik identitas sebagai bawaan dari residu pilpres 2019.
Mereka berdua bahkan dapat mencegah terulangnya polarisasi politik identitas yang berpotensi lahirnya perpecahan sesama anak bangsa.
Harapannya, Pasangan Prabowo-BG dapat menghadirkan nuansa baru dalam kampanye dan kompetisi elektoral capres 2024 atas dasar rekam jejak pengabdian, latar belakang profesionalisme mereka, gagasan dan visioning bagi bangsa berdasarkan pengalaman bertahun-tahun mereka bekerja untuk negara.
Kita melihat mereka berdua punya potensi untuk leading dalam mentransformasi politik identitas ke politik yang lebih rasional dan penuh kebijaksanaan.
Kita yakini, pasangan manapun yang akan berhadapan dengan pasangan Prabowo-BG akan segan mempraktekkan politik identitas dan cenderung untuk memilih menunjukkan kelas kampanye pemenangan politik yang terdidik pula.
Prabowo-BG barangkali tidak akan setuju dan menolak praktek-praktek politik polarisasi karena akan bertentangan dengan semua bangunan kemajuan yang mereka susun bersama tokoh lain selama ini.
Terakhir, pada bagian awal sempat kita singgung jika Prabowo-BG tidak lagi muda dan oleh karena pada usia senior inilah daya abdi kepada bangsa dan negara menemukan momentum tertingginya.
Melalui keberkahan umur, kita bayangkan mereka berdua akan mencurahkan segenap waktu, tenaga, pikiran dan keberanian untuk loncatan besar kemajuan bangsa.
Pada titik dimana mereka berdua tidak lagi memikirkan ambisi diluar pengabdian, maka dapat kita bayangkan kerja kepemimpinan nasional yang tulus dari hati dan mengejar legacy yang baik untuk mereka berdua, generasinya dan seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, pikiran liar untuk melihat opsi baru dalam pencapresan di 2024 harus terus ditemukan dan salah satunya dengan menakar potensi pasangan Prabowo-BG sebagai capres dan cawapres.
Kita tahu bahwa dua tahun menjelang pemilu 2024 semua upaya politik sedang dilakukan, dan proposal Prabowo-BG bukanlah wacana baru yang ingin mengacaukan susunan bangunan rencana kepemimpinan nasional, melainkan koridor baru untuk dapat diperiksa dengan kecermatan jika nantinya mampu menjawab kebutuhan yang berbeda dari kompleksitas pengelolaan kekuasaan.
Oleh: Ireng Maulana (Pengamat Politik Asal Kalimantan Barat)