Gencil News – Rabu (19/11/2020) terjadi hujan dengan intensitas tertinggi dalam kurun waktu satu tahun. Hal ini mengakibatkan daya tampung daratan Kota Pontianak tidak bisa serta merta membuang air ke sungai karena air Sungai Kapuas juga turut pasang.
Menurut Edi Kamtono karakteristik Kota Pontianak berbeda dengan daerah Pulau Jawa yang banyak pegunungan.
Sungai di Kota Pontianak jika dikeruk untuk ditambah kedalamannya maka tidak cukup efektif lantaran akan ada lagi endapan bahkan dari Sungai Kapuas juga masuk ke sungai yang ada di Kota Pontianak.
“Jadi rata-rata kedalaman parit di Kota Pontianak antara 1,2 hingga 2 meter. Jika melebihi angka tersebut maka akan terjadi endapan,” terangnya.
Edi berpendapat langkah solusi yang paling efektif adalah dengan memperluas daya tampung atau membangun waduk-waduk kecil.
Upaya itu dilakukan untuk menampung sementara kelebihan air. Dirinya menilai kedalaman parit tidak begitu efektif apabila muka air tinggi. Untuk itu, upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan fungsi parit-parit yang ada, baik parit primer, sekunder maupun tersier.
“Selanjutnya mengkoneksikan parit yang ada agar aliran air lancar,” tuturnya.
Dirinya mengungkapkan genangan yang terjadi di Kota Pontianak diakibatkan air pasang tinggi yang mencapai 1,7 meter dari permukaan air rata-rata. Puncak pasang tinggi memang dimulai sejak 18 hingga 21 November 2020.
“Kemudian pasang tinggi akan menjadi masalah jika bersamaan dengan turunnya hujan,” jelasnya.
Keberadaan pintu air berdasarkan kajian diperuntukan agar saat air pasang bisa ditutup. Lalu saat air surut dan hujan, pintu air di pompa keluar untuk mengendalikan permukaan air.
“Akan tetapi karena Kota Pontianak memiliki banyak parit-parit kecil maka harus dibangun bendungan untuk menambah efektivitas,” ujar Edi.
Sementara ini yang dilakukan pihaknya yakni memompa air sehingga saat air pasang bisa mengeluarkan air ke Sungai Kapuas. Selanjutnya, Pemkot Pontianak telah memiliki master plan sebagai kota tangguh banjir.
“Saat ini tengah dilakukan kajian untuk menentukan langkah permanen yang diambil dalam penanggulangan genangan,” imbuhnya.
Edi menambahkan, pihaknya tetap melakukan normalisasi sungai setiap tahunnya baik rutin maupun berkala. Dikatakannya, total parit primer di Kota Pontianak sebanyak 27 tersebar pada seluruh wilayah. “Kondisinya sebagian besar memang sudah diturap,” sebutnya.
Edi bilang, sebagian turap-turap masih memerlukan penanganan sebab turap yang dahulu masing menggunakan kayu belian. Untuk itu perlu ditangani dengan betonisasi. “Seperti pada kawasan Sungai Raya Dalam yang sudah dimulai secara bertahap,” katanya.
Kemudian pada kawasan Parit Tokaya juga akan dibebaskan antara dinding turap dengan bangunan sekitar 1,5 meter.
Hal tersebut agar mempermudah proses pembersihan alur parit. Untuk betonisasi penurapan parit primer baru 40 persen yang terealisasi, selebihnya masih menggunakan turap belian.
“Jika sudah diturap maka penampang basah parit akan menjadi aman sehingga debit air yang masuk ataupun keluar bisa mudah dikalkulasi,” ucapnya.
Untuk jangka pendek, Edi mengajak warga Kota Pontianak menjaga lingkungan tetap bersih dengan tidak membuang sampah dan menyumbat parit. “Jika membangun maka beberapa kawasan harus lebih tinggi dari jalan,” pungkasnya.