Gencil News – Lebaran Ketupat, yang juga dikenal sebagai Riyoyo Kupat, merupakan tradisi tahunan yang dirayakan oleh masyarakat Jawa, khususnya di hari ke-8 setelah Hari Raya Idul Fitri.
Tradisi ini diwarnai dengan berbagai kegiatan menarik, seperti:
- Membuat dan memakan ketupat:
Ketupat, yang terbuat dari beras yang dimasak di dalam anyaman daun kelapa muda, menjadi simbol Lebaran Ketupat. Bentuk ketupat yang segi empat melambangkan empat sifat Allah SWT, yaitu Wajib, Mustahil, Jaiz, dan Mumkin. Memasak dan memakan ketupat bersama keluarga dan tetangga menjadi momen untuk mempererat tali persaudaraan.
- Silaturahmi dan saling memaafkan:
Lebaran Ketupat menjadi momen untuk mempererat silaturahmi dengan mengunjungi keluarga, tetangga, dan kerabat. Saling memaafkan juga menjadi inti dari tradisi ini, sebagai simbolisasi kesucian hati setelah sebulan penuh berpuasa dan merayakan Idul Fitri.
- Upacara adat:
Di beberapa daerah, terdapat berbagai upacara adat yang dilakukan saat Lebaran Ketupat, seperti tradisi “Sunggihan” di Yogyakarta, di mana masyarakat membawa ketupat dan lauk pauk ke makam leluhur.
- Perlombaan:
Berbagai perlombaan tradisional juga diadakan untuk memeriahkan Lebaran Ketupat, seperti lomba tarik tambang, panjat pinang, dan makan ketupat.
Sejarah dan Makna Lebaran Ketupat
Sejarah Lebaran Ketupat tidak terlepas dari peran Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo. Beliau diyakini memperkenalkan tradisi ini sebagai simbolisasi kemenangan atas nafsu dan kesempurnaan ibadah di bulan Syawal.
Bentuk ketupat yang segi empat juga melambangkan empat sifat Allah SWT, yaitu Wajib, Mustahil, Jaiz, dan Mumkin. Selain itu, anyaman ketupat yang rumit diibaratkan sebagai manusia yang dibalut oleh nafsu dan dosa.
Proses merebus ketupat melambangkan proses manusia dalam membersihkan diri dari dosa dan nafsu selama bulan Ramadhan.